Skip to main content

MAKALAH ANALISIS KEBIJAKAN PUBLIK BIDANG PENDIDIKAN DI INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan hal yang sangat penting, sebab biasanya kualitas kecerdasan manusia dilihat dari seberapa tinggi seseorang tersebut mengenyam pendidikan. Tidak hanya itu dengan adanya pendidikan, manusia juga dapat mencapai pemenuhan kebutuhan hidupnya dengan cara bekerja. Bukan hal yang istimewa lagi jika banyak orang berlomba-lomba untuk mengenyam pendidikan setinggi-tingginya.
Pemerintah juga tidak main-main dalam menggalakkan pendidikan, terbukti dari adanya salah satu peraturan yang mengatur tentang pendidikan. Peraturan tersebut tertuang dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (1) disebutkan bahwa : Tap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran; ayat (2) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang. Dari penjelasan pasal ini pemerintah memberikan petunjuk bahwa pemerintah mendapatkan amanat untuk menjamin hak-hak warga negara dalam mendapatkan layanan pendidikan, selain itu pemerintah juga berkewajiban untuk menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional.

           Kepedulian pemerintah akan pendidikan juga terlihat pada besarnya alokasi dana untuk pendidikan dari APBN, ini membuktikan keseriusan pemerintah untuk menjamin tiap-tiap warga negaranya agar mendapatkan pendidikan yang layak. Namun sayangnya hal ini tidak disadari betul oleh masyarakat, sebab masih banyak masyarakat yang menganggap pendidikan bukan hal yang utama dalam mencapai kesejahteraan hidup. Selain itu pemerintah juga tidak mengawasi betul pengalokasian dana tersebut, sebab sebagian masyarakat yang menyadari akan pentingnya pendidikan masih sulit dalam mengenyam pendidikan.
Pendidikan masih terasa sangat mahal bagi sebagian masyarakat yang garis kehidupannya masih rata-rata dibawah garis kemiskinan.Masih ada ketimpangan antara sesama warga negara dalam mengenyam pendidikan.Untuk mendapatkan kualitas pendidikan yang baik dirasakan sangat mahal bagi sebagian masyarakat.Apalagi saat ini pemerintah mewajibkan wajib belajar 12 tahun. Hal ini juga yang menjadi kecemasan bagi masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya walau dengan harga yang sangat mahal.
Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian masyarakat.Seharusnya pemerintah mengadakan pemerataan terhadap pendidikan. Pengalokasian dana tersebut harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat demi tercapainya pendidikan yang memadai. Seharunsya pendidikan bukan hal yang sulit untuk di dapat ditengah era reformasi seperti ini.
baca juga Makalah Masyarakat Madani Dan Demokratisasi
       Namun pada kennyataannya, fenomena yang tampak ditengah-tengah masyarakat adalah masih rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari karakteristik masyarakat dan permasalahan yang muncul misalnya tingginya tingkat buta huruf, masih banyaknya pemuda/remaja yang mengkonsumsi narkoba, munculnya geng motor, tindakan premanisme, serta berbagai kasus lainnya yang bersinggungan langsung dengan tujuan pendidikan.
Untuk mengatasi berbagai permasalahan yang telah dijelaskan di atas, pemerintah telah berupaya menerapkan berbagai kebijakan di bidang pendidikan, diantaranya: penerapan pendidikan budaya dan karakter bangsa, peningkatan profesionalisme guru, pembaharuan kurikulum, serta diterapkannya program SM3T (Sarjana Mendidik daerah Tertinggal, Terdalam dan Terluar).
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka penulis akan membahas dan mengkaji lebih lanjut dalam sebuah makalah yang berjudul “Analisis Kebijakan Publik Bidang Pendidikan di Indonesia pada Masa Pemerintahan Orde Reformasi”.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi rumusan masalah dalam makalah ini adalah:
1.    Bagaimana arah kebijakan pendidikan di Indonesia?
2.    Bagaimana karakteristik kebijakan pendidikan?
3.    Bagaimanakah Implementasi Kebijakan Pendidikan di Indonesia ?

C.    Tujuan Penulisan
Mengacu kepada rumusan masalah yang dijelaskan diatas, adapun yang menjadi tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.    Untuk mengetahui arah kebijakan publik di Indonesia.
2.    Untuk mengetahui karakteristik kebijakan pendidikan.
3.    Untuk mengetahui implementasi kebijakan pendidikan di Indonesia.

BAB II
LANDASAN TEORI

A.    Pengertian Kebijakan Publik

Menurut Wahab (dalam Bakry 2010) kebijakan publik merupakan ilmu yang relatif baru muncul pada pertengahan dasawarsa 1960-an sebagai sebuah disiplin yang menonjol dalam lingkup administrasi publik maupun ilmu politik. Sementara itu analisis kebijakan publik bisa dibilang telah lama eksis sejak adanya peradaban manusia. Sejak itu kebijakan publik tidak terpisahkan dari kehidupan manusia dalam bentuk tataran mikro individual maupun konteks tataran makro dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Kebijakan publik mengatur, mengarahkan dan mengembangkan interaksi dalam komunitas dan antara komunitas dengan lingkungannya untuk kepentingan agar komunitas tersebut dapat memperoleh atau mencapai kebaikan yang diharapkannya secara efektif. Berbagai ahli memberikan pendapat yang berbeda-beda mengenai pengertian kebijakan publik, diantaranya sebagai berikut : menurut Dye (dalam Eddi, 2004: 45) yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah “Segala yang dilakukan pemerintah, sebab-sebab mengapa hal tersebut dilakukan, dan perbedaan yang ditimbulkan sebagai akibatnya”. Sedangkan menurut Lasswell  (dalam Eddi, 2004: 45) menjelaskan bahwa “Kebijakan publik adalah serangkaian program terencana yang meliputi tujuan, nilai, dan praktik”. Dalam hal ini kebijakan publik dapat juga diartikan sebagai program.

Berbeda dengan dengan kedua pendapat di atas, Ranney dalam (Eddi,2004: 45) memberikan sumbangan pemikiran mengenai kebijakan publik sebagai “tindakan-tindakan tertentu yang telah ditentukan atau pernyataan mengenai sebuah kehendak”. Selain itu, menurut Lester dalam (Eddi 2004: 45-46) yang dimaksud dengan kebijakan publik adalah “Proses atau serangkaian keputusan atau aktifitas pemerintah yang didesain untuk mengatasi masalah publik, apakah hal itu riil ataukah masih direncanakan (umagined).
Feriedrick (dalam Nugroho, 2011:93) mendefinisikan kebijakan publik sebagai serangkaian tidakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatanyang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu.

Beragam definisi tentang konsep kebijakan publik dapat ditarik kesimpulan menurut Sutapa (2008) bahwa terdapat dua pendapat umum yang mengemuka. Pertama, pendapat yang memandang bahwa kebijakan publik identik dengan tindakan-tindakan yang dilakukan pemerintah. Pendapat ini beranggapan bahwa pada umumnya semua tindakanyang dilakukan pemerintah adalah kebijakan publik. Kedua, pendapat yang memusatkan perhatian pada implementasi kebijakan (Policy Implementation). Pandangan yang pertama melihat bahwa kebijakan publik merupakan keputusan-keputusan pemerintah yang mempunyai tujuan atau sasaran tertentu, dan pandangan yang kedua beranggapan bahwa kebijakan publik mempunyai akibat dan dampak yang dapat diramalkan atau diantisipasi sebelumnya.

Dari berbagai pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik merupakan program yang dibuat oleh pemerintah dalam suatu negara yang ditujukan untuk mengatasi segala persoalan ataupun masalah-masalah yang ada ditengah-tengah masyarakat, baik yang sudah diterapkan maupun yang masih direncanakan. Pada dasarnya kebijakan publik dicanangkan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam setiap pembuatan kebijakan, pemerintah harus mengacu kepada masyarakat karena objek dari kebijakan publik adalah kepentingan masyarakat.
Definisi kebijakan publik telah dikemukakan pada bagian terdahulu, sementara pengertian kebijakan pendidikan berangkat dari pemikiran Tilaar dan Nogroho (dalam Bakry 2010) yang mengungkapkan bahwa kebijakan pendidikan tidak dapat dilepaskan dengan hakikat pendidikan dalam proses memanusiakan anak manusia menjadi merdeka. Manusia merdeka adalah manusia yang kreatif yang terwujud didalam budayanya.

Menurut Chan (2005:65) pendidikan merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia yang selalu ingin berkembang dan berubah. Pendidikan mutlak ada dan selalu diperlukan diperlukan selama ada kehidupan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu kebijakan pendidikan.
Kebijakan pendidikan berhubungan dengan keputusan-keputusan yang berkaitan dengan perbaikan dan penyempurnaan penyelenggaraan pendidikan (Gaffar, 2007 dalam Prasojo).
Kebijakan Pendidikan merupakan sebagai kebijakan publik, bukan kebijakan penidikan bagian dari kebijakan publik. Pendidikan merupakan milik publik dan tiap warga negara mendapat kesempatan yang sama untuk memperoleh akses pendidikan yang layak. Maka dari itu kebijakan pendidikan adalah program-program yang direncanakan oleh pemerintah dalam rangka mengatasi permasalahan-permasalahan yang timbul di bidang pendidikan demi memenuhi kewajiban pemerintah dalam memberikan pendidikan bagi setiap warga negaranya.
B.    Kebijakan Pendidikan di Indonesia

Menurut Masnuh dalam (Amnur,2007:160) pendidikan merupakan suatu kegiatan, proses, hasil dan sebagai ilmu yang pada dasarnya merupakan sebagai usaha sadar yang dilakukan manusia sepanjang hayat guna memenuhi kebutuhan hidup. Pandangan ini secara umum telah menjadi istilah konvensional di masyarakat dan sarana manusia memperoleh pengetahuan secara berkesinambungan. Pada dasarnya, bahwa kebijakan pemerintah Indonesia 2009-2014 yang memiliki orientasi basis ekonomi sesuai dengan rancangan strategis pendidikan nasional 2009-2014 yang mengacu pada amanat Undang-Undang Dasar Tahun 1945, amandemen ke empat pasal 31 tentang pendidikan,Ketetapan MPR Nomor VII/ MPR/ 2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan, Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, undang-undang nomor 25 tahun 2004 tentang sistem perencanaan pembangun nasional, uu nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintah daerah, uu nomor 33 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah, uu nomor 33 tahun 2004 tentang perimbangan keunganan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, PP Nomor 20 tahun 2004 tentang rencana kerja dan anggaran kementerianaaa/lembaga, PP Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan dan PP Nomor 66 Tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pendidikan akan berdampak pada pengambilan keputusan oleh para pembuat kebijakan dalam bidang pendidikan, baik di tingkat nasional maupun daerah dan tingkat satuan pendidikan. Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia sebagai sebuah lembaga negara yang memiliki kewenangan untuk membuat sebuah kebijakan paling tinggi di indonesia tentunya sangat mempengaruhi eksitensi dan prosesi pendidikan yang diharapkan memiliki standar mutu yang layak di dalam lingkungan masyarakat dalam negeri maupun luar negeri. Kemudian keberadaan dewan perwakilan rakyat, dewan perwakilan daerah dan pemerintah pusat yang dipimpin oleh presiden dan seorang wakil presiden, jajaran kementerian, dan jajaran badan/ lembaga kelengkapan eksekutif negara adalah para pembuat kebijakan yang bisa mempengaruhi dunia pendidikan nasional.

Namun, khususnya pada tingkat nasional, para pengambil keputusan khusus masalah pendidikan di tingkat DPR RI adalah Komisi X DPR RI Presiden RI, dan Menteri Pendidikan Nasional RI (pemimpin Departemen Pendidikan Nasional).Sehingga, segala bentuk kebijakan pendidikan nasional yang dihasilkan oleh ketiga elemen ini akan mempengaruhi kebijakan pendidikan di seluruh daerah dan seluruh satuan pendidikan di Indonesia

Adapun, dengan peran pengambil kebijakan yang bisa mempengaruhi masalah pendidikan di tingkat daerah ialah DPRD dan Pemerintah Daerah (Pemda).Khususnya dalam masalah pendidikan, posisi Komisi E di DPRD dan Dinas Pendidikan di Pemda sangatlah berperan untuk memfasilitasi adanya pemberlakuan kebijakan pendidikan di tingkat daerahnya masing-masing yang didasari oleh peraturan perundang-undangan dari hasil permusyawaratan policy maker nasional.

Akhirnya, keberadaan satuan pendidikan pun tak kalah pentingnya untuk membuat kebijakan pendidikan yang akan mempengaruhi fenomena pendidikan yang berlangsung di satuan pendidikannya masing-masing.
Sehubungan dengan evaluasi kebijakan pendidikan Era Otonomi masih belum terformat secara jelas maka di lapangan masih timbul bermacam-macam metode dan cara dalam melaksanakan program peningkatan mutu pendidikan. Sampai saat ini hasil dari kebijakan tersebut belum tampak, namun berbagai improvisasi di daerah telah menunjukkan warna yang lebih baik. Misalnya, beberapa langkah program yang telah dijalankan di beberapa daerah, berkaitan dengan kebijakan pendidikan dalam rangka peningkatan mutu berbasis sekolah dan peningkatan mutu pendidikan berbasis masyarakat diimplementasikan sebagai berikut :
  1. Telah berlakunya UAS dan UAN sebagai pengganti EBTA /EBTANAS
  2. Telah dibentuknya Komite Sekolah sebagai pengganti BP3.
  3. Telah diterapkan muatan lokal dan pelajaran ketrampilan di sekolah SLTP.
  4. Dihapuskannya sistem Rayonisasi dalam penerimaan murid baru.
  5. Pemberian insentif kepada guru-guru negeri.
  6. Bantuan dana operasional sekolah, serta bantuan peralatan praktik sekolah.
  7. Bantuan peningkatan SDM sebagai contoh pemberian beasiswa pada guru untuk mengikuti program Pascasarjana.
  8. Peniningkatan profesionalisme guru dan dosen melalui penyelenggaraan prfesi guru dan dosen untuk memperoleh sertifikat pendidik dan menjadi guru dan dosen profesional.
  9. Penerapan pendidikan budaya dan karakter bangsa bagi smua jenjang pendidikan.
Pada praktiknya, setiap kebijakan mengandung multi tujuan yaitu untuk menjadikan kebijakan itu sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama.
Kebijakan pendidikan nasional disebut memperkuat peran negara dengan memastikan 20% anggaran negara untuk pendidikan nasional, namun di sisi lain ada pasal yang memperkuat peran publik dengan adanya komite-komite sekolah.
Ada pula tujuan dinamisasi dalam bentuk mendorong terbentuknya sekolah-sekolah swasta dan tujuan stabilisasi dengan adanya standar-standar pendidikan yang harus diikuti. Ada pula tujuan regulasi seperti batasan-batasan setiap jenjang pemerintahan dalam melakukan peran pendidikan nasional dan tujuan deregulasi dengan adanya ruang-ruang bagi masyarakat untuk mendirikan dan menyelenggarakan sekolah-sekolah non-negara (Nugroho, 2011:112).
Kebijakan publik, dengan demikian, selalu mengandung multi fungsi, untuk menjadikan kebijakan sebagai kebijakan yang adil dan seimbang dalam mendorong kemajuan kehidupan bersama. Meski pemahaman ini penting, hal yang lebih penting lagi bagi pemerintah atau lmbaga publik adalah berkenaan dengan perumusan, implementasi, dan evaluasi kebijakan.

BAB III
PEMBAHASAN

A.    Arah kebijakan pendidikan di Indonesia

Kebijakan pendidikan di Indonesia berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, diarahkan untuk mencapai hal-hal sebagai berikut:

  1. Mengupayakan perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi bagi seluruh rakyat Indonesia menuju terciptanya manusia Indonesia berkualitas tinggi dengan peningkatan anggaran pendidikan secara berarti;
  2. Meningkatkan kemampuan akademik dan profesional serta meningkatkan jaminan kesejahteraan tenaga kependidikan sehingga tenaga pendidik mampu berfungsi secara optimal terutama dalam peningkatan pendidikan watak dan budi pekerti agar dapat mengembalikan wibawa lembaga dan tenaga kependidikan;
  3. Melakukan pembaharuan sistem pendidikan termasuk pembaharuan kurikulum, berupa diversifikasi kurikulum untuk melayani keberagaman peserta didik, penyusunan kurikulum yang berlaku nasional dan lokal sesuai dengan kepentingan setempat, serta diversifikasi jenis pendidikan secara professional;
  4. Memberdayakan lembaga pendidikan baik sekolah maupun luar sekolah sebagai pusat pembudayaan nilai, sikap, dan kemampuan, serta meningkatkan partisipasi keluarga dan masyarakat yang didukung oleh sarana dan prasarana memadai;
  5. Melakukan pembaharuan dan pemantapan sistem pendidikan nasional berdasarkan prinsip desentralisasi, otonomi keilmuan dan manajemen;
  6. Meningkatkan kualitas lembaga pendidikan yang diselenggarakan baik oleh masyarakat maupun pemerintah untuk memantapkan sistem pendidikan yang efektif dan efisien dalam menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni;
  7. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia sedini mungkin secara terarah, terpadu dan menyeluruh melalui berbagai upaya proaktif dan reaktif oleh seluruh komponen bangsa agar generasi muda dapat berkembang secara optimal disertai dengan hak  dukungan dan lindungan sesuai dengan potensinya;
  8. Meningkatkan penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk teknologi bangsa sendiri dalam dunia usaha, terutama usaha kecil, menengah, dan koperasi.
B.    Karakteristik kebijakan pendidikan

Kebijakan pendidikan memiliki karakteristik yang khusus, yakni:
  1. Memiliki tujuan pendidikan, Kebijakan pendidikan harus memiliki tujuan, namun lebih khusus, bahwa ia harus memiliki tujuan pendidikan yang jelas dan terarah untuk memberikan kontribusi pada pendidikan.
  2. Memenuhi aspek legal-formal, Kebijakan pendidikan tentunya akan diberlakukan, maka perlu adanya pemenuhan atas pra-syarat yang harus dipenuhi agar kebijakan pendidikan itu diakui dan secara sah berlaku untuk sebuah wilayah. Maka, kebijakan pendidikan harus memenuhi syarat konstitusional sesuai dengan hirarki konstitusi yang berlaku di sebuah wilayah hingga ia dapat dinyatakan sah dan resmi berlaku di wilayah tersebut. Sehingga, dapat dimunculkan suatu kebijakan pendidikan yang legitimat.
  3. Memiliki konsep operasional, Kebijakan pendidikan sebagai sebuah panduan yang bersifat umum, tentunya harus mempunyai manfaat operasional agar dapat diimplementasikan dan ini adalah sebuah keharusan untuk memperjelas pencapaian tujuan pendidikan yang ingin dicapai. Apalagi kebutuhan akan kebijakan pendidikan adalah fungsi pendukung pengambilan keputusan.
  4. Dibuat oleh yang berwenang, Kebijakan pendidikan itu harus dibuat oleh para ahli di bidangnya yang memiliki kewenangan untuk itu, sehingga tak sampai menimbulkan kerusakan pada pendidikan dan lingkungan di luar pendidikan.  Para administrator pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan para politisi yang berkaitan langsung dengan pendidikan adalah unsur minimal pembuat kebijakan pendidikan.
  5. Dapat dievaluasi, Kebijakan pendidikan itu pun tentunya tak luput dari keadaan yang sesungguhnya untuk ditindaklanjuti.Jika baik, maka dipertahankan atau dikembangkan, sedangkan jika mengandung kesalahan, maka harus bisa diperbaiki.Sehingga, kebijakan pendidikan memiliki karakter dapat memungkinkan adanya evaluasi terhadapnya secara mudah dan efektif.
  6. Memiliki sistematika, Kebijakan pendidikan tentunya merupakan sebuah sistem jua, oleh karenanya harus memiliki sistematika yang jelas menyangkut seluruh aspek yang ingin diatur olehnya. Sistematika itu pun dituntut memiliki efektifitas, efisiensi dan sustainabilitas yang tinggi agar kebijakan pendidikan itu tidak bersifat pragmatis, diskriminatif dan rapuh strukturnya akibat serangkaian faktof yang hilang atau saling berbenturan satu sama lainnya. Hal ini harus diperhatikan dengan cermat agar pemberlakuannya kelak tidak menimbulkan kecacatan hukum secara internal.Kemudian, secara eksternal pun kebijakan pendidikan harus bersepadu dengan kebijakan lainnya; kebijakan politik; kebijakan moneter; bahkan kebijakan pendidikan di atasnya atau disamping dan dibawahnya.
baca juga Eksistensi Budaya Politik didalam kehidupan Masyarakat
C.    Pelaksanaan Kebijakan Publik

Proses implementasi atau pelaksanaan kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut. Ini merupakan syarat-syarat pokok bagi implementasi kebijakan publik apapun.

Tanpa adanya syarat-syarat tersebut, maka kebijakan publik boleh dikatakan sekedar retorika politik atau slogan politik. Secara teoretik pada tahap implementasi ini proses perumusan kebijakan dapat digantikan tempatnya oleh proses implementasi kebijakan, dan program-program kemudian diaktifkan. Tetapi dalam praktik, pembedaan antar tahap perumusan kebijakan dan tahap implementasi kebijakan sebenarnya sulit dipertahankan, karena umpan balik dari prosedur-prosedur implementasi mungkin menyebabkan diperlukannya perubahan-perubahan tertentu pada tujuan-tujuan dan arah kebijakan yang sudah ditetapkan.Atau aturan-aturan dan pedoman-pedoman yang sudah dirumuskan ternyata perlu ditinjau kembali sehingga menyebabkan peninjauan ulang terhadap pembuatan kebijakan pada segi implementasinya.
Pelaksanaan kebijakan publik yang telah diterapkan di Indonesia yang telah dilakukan pemerintah cukup banyak salah satunya adalah penetapan alokasi dana untuk pendidikan sebesar 20% dari APBN, pemusatan oleh perintah untuk wajib belajar 12 tahun serta yang tengah marak saat ini adalah perubahan kurikulum. Yang semunya itu dilakukan demi pencapaian tujuan pendidikan yang lebih maksimal.

Berbicara tentang kurikulum perubahan ini cukup memberikan dampak bagi pendidikan dari  berbagai perubahan yang terjadi di dalam masyarkat terdapat nuansa lain yang terlihat dari kelompok masyarakat adalah perubahan kurikulum pendidikan. Perubahan tersebut tampak dari tahun ketahun, seperti pada Kurikulum tahun 1984 (CBSA) dengan penambahan suplemen pada kurikulum tersebut pada tahun 1994, kemudian keinginan yang terus menerus untuk peningkatan mutu pendidikan Indonesia sehingga memungkinkan kembali perubahan kurikulum dilakukan dengan sebutan Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK (2004).

Pendidikan bukan hanya mempersiapkan tenaga kerja siap pakai , melainkan mengemban misi yang jauh lebih besar. Misalnya pendidikan juga mempersiapkan generasi penerus dengan akhlak , moral , dan kepribadian yang baik; pendidikan juga bertanggungjawab atas karakter jatidiri sebagai bangsa; dunia pendidikan ; terutama pendidikan tinggi juga diharapkan mampu menghasilkan ilmu pengetahuan , teknologi , dan seni yang bermanfaat bagi kemajuan kehidupan masyarakat , bangsa , dan kemanusiaan . Kebijakan dasar dalam kaitannya dengan isu relevansi pendidikan dapat dikemukakan sebagai berikut:
  1. Penuntasan wajib belajar pendidikan dasar 12  tahun. Empat pilar pendidikan yang dikemukakan oleh UNESCO ( 1996 ) yaitu bahwa pendidikan harus memungkinkan dan membekali siswa dengan kemampuan untuk belajar mengetahui ( lerning to know ), belajar bekerja atau mengerjakan sesuatu ( learning to do ), belajar menjadi diri sendiri ( learning to be ) , dan belajar untuk hidup bermasyarakat ( learning to live together ).
  2. Perubahan Kurikulum, Kurikulum pendidikan selalu mengalami perubahan, hal ini didasari karena semata-mata ingin mempengaruhi tujuan pendidikan itu sendiri agar proses belajar mengajar semakin efektif.
  3.  Adanya pelatihan-pelatihan keguruan, dll
  4. Saat ini pemerintah tengah menggalakkan pelatihan guru-guru yang ada didaerah agar semata-mata meningkatkan kualitas guru agar semakin baik.Pelatihan guru ini juga menuntut guru agar lebih loyalitas terhadap profesinya sehingga dapat menjadikan anak didik semakin berkarakter.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A.    Kesimpulan
Suatu kebijakan dibuat untuk menjadi pedoman dalam bertindak dan mengarahkan kegiatan dalam organisasi pendidikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Proses implementasi kebijakan hanya dapat dimulai apabila tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran yang semula bersifat umum telah dirinci, program-program aksi telah dirancang dan sejumlah dana/biaya telah dialokasikan untuk mewujudkan tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran tersebut.
Pelaksanaan kebijakan publik dibidang pendidikan meupakan hal yang sangat penting, sebab pemerintah sudah seharusnya membuat perubahan-perubahan didalam pendidikan demi tercapainya pelaksanaan pendidikan yang lebih baik. Selain itu adanya perencanaan-perencanaan dalam bidang pendidikan juga tengah digalakkan, contohnya saja penempatan guru-guru yang dianggap profesional untuk bersedia ditempatkan ditempat-tempat terpencil.
Hal ini merupakan suatu kebijakan yang sangat baik, mengingat banyaknya guru yang berlomba-lomba kedaerah perkotaan mengakibatkan kurangnya guru didaerah pedesaan/terpencil.Maka dari itu perlu adanya suatu kebijakan dari pemerintah khususnya yang mana mampu membuat suatu program-program baru untuk perubahan pendidikan yang lebih berkualitas.
B.    Saran
Penulis berharap agar pemerintah mampu membuat suatu kebijakan-kebijakan yang lebih baik untuk perubahan dibidang pendidikan. Selain itu harus mampu merangsang masyarakat agar turut serta berpartisipasi dalam sebuah inovasi dibidang pendidikan agar pendidikan di Indonesia dapat bersaing dengan negara lain.

DAFTAR PUSTAKA
Adriyanto, Mohamad. Kebijakan Publik Bidang Pendidikan di Indonesia.Dalam http://1ptk.blogspot.com/2012/01/kebijakan-publik-bidang pendidikan-di.html (diakses 16 Februari 2014, pukul 22: 49).
Amnur, Muhdi Ali. 2007. Konfigurasi Politik Pendidikan Nasional. Yogyakarta: Pustaka Fahim.
Ariya, Ilham. Karakter Kebijakan Pendidikan Nasional. Dalam http://ariyailham09.wordpress.com/2010/02/22/karakter-kebijakan-pendidikan-nasional/ (diakses 24 Februri 2014, pukul  20:00).
Bakry, Aminuddin. 2010. Kebijakan Pendidikan Sebagai Kebijakan Publik(Dalam Jurnal MEDTEK, Volume 2, Nomor 1, April 2010).Dalam http://www.medtek%2FJurnal_Medtek_Vol.2_No.1_April_2010%2FAminuddin%2520Bakry.pdf(diakses 16 Februari 2014, pukul 22:45).
Chan, Sam M dkk.2005. Analisis SWOT Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada.
Faiz, Pan Mohamad.  Menanti “Political Will” Pemerintah Di Sektor Pendidikan.Dalam http://jurnalhukum.blogspot.com/2006/10/political-will-pendidikan-indonesia.html  (diakses 24 februari 2014,pukul 21:06).
Halim, Abdul Rahman. Aktualisasi Implementasi Kebijakan Pendidikan Pada Madrasah Swasta di Sulawesi Selatan. Dalam Jurnal Lentera Pendidikan, Vol. 11 No. 1 Juni 2008 : 83-100.
Imron, Ali. 2010. Kebijakansanaan Pendidikan di Indonesia, Proses, Produk dan Masa Depannya. Jakarta: Bumi Aksara.
Mahfudz, Asep dkk.Analisis Kebijakan dan Kelayakan Mutu Tenaga Pendidik dalam Rangka Meningkatkan Mutu Penyelenggaraan Pendidikan Dasar di Provinsi Sulawesi Tengah.Dalam Jurnal Media Litbang Sulteng 2 (2) : 75-85, Desember 2009.
Nugroho, Riant. 2008. Public Policy. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Prasojo, Lantip Diat. Financial Resources Sebagai Faktor Penentu Dalam Implementasi Kebijakan Pendidikan.Dalam http://www. journal.uny.ac.id(diakses 24 februari 2014, pukul 20:49).
Runtuwene, Lastiko.Kebijakan Reformasi Pendidikan. Dalamhttp://www.search-document.com/pdf/1/4/jurnal-kebijakan-reformasi pendidikan.html(diakses 24 Februari 2014, pukul 20:45).
Rosyada, Dede, Prof. Dr.MA, 2010.Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikandi Indonesia.ISPI Pusat dan Dekan FITK UIN Jakarta.Dalam http://www.artikelbagus.com/2010/06/Arah Kebijakan Pembangunan Pendidikan di Indonesia.html#ixzz2uFnQ9w5a (diakses 24 Februari 2014).
Rifai, Afga Sidiq. Analisis Kebijakan Pendidikan Tentang Penulisan Karya Tulis dalam Jurnal Ilmiah Sejalan dengan Peningkatan Sumber Daya Manusia Indonesia.Dalam http://subliyanto.blogspot.com/2012/03/analisis-kebijakan-pendidikan-penulisan.html(diakses 24 Februari 2014, pukul 20: 58).
Risa, Muhammad.Pendidikan : Pendidikan Indonesia. Dalam http://www.artikelbagus.com/2012/04/pendidikan-indonesia.html#ixzz2uF161 WC5  (diakses 24 februari 2014, pukul 20:05).
SUPARDI U.S.Arah Pendidikan Di Indonesiadalam Tataran Kebijakan Dan Implementasi.Dalamhttp://www.search-document.com/pdf/1/8/jurnal-kebijakan-pendidikan.html(diakses 24 februari 2014,pukul 21:13).
Sutapa, Mada. Kebijakan Pendidikan dalam Perspektif Kebijakan Publik.Dalam http://www. Staff.uny.ac.id (diakses 11 Februari 2014, pukul 20:30).
Wibowo, Edi. 2004. Kebijakan Publik Pro Civil Society. Yogyakarta: Cipta Mandiri.

Popular posts from this blog

Beberapa Teknik yang digunakan dalam Konseling Kelompok (Bimbingan Konseling)

TEKNIK – TEKNIK KONSELING KELOMPOK Berikut ini adalah beberapa Teknik atau cara yang sering dan dapat digunakan (situasional) untuk kegiatan konseling kelompok dalam bimbingan dan konseling 1. Teknik Re-inforcement (penguatan) Salah satu metode dalam menstimulasi spontanitas dan interaksi antara anggota kelompok adalah dengan membuat pernyataan verbal ataupun non verbal yang bersifat menyenangkan. Cara ini sangat membantu ketika memulai konseling pada kelompok baru. Contoh : Verbal :“super sekali” Non verbal : acungan jempol 2. Teknik Summary ( Meringkas) Summary adalah kumpulan dari dua tema masalah atau lebih dan refleksi yang merupakan ringkasan dari pembicaraan konseli .Teknik ini digunakan selama proses konseling terjadi. Setelah anggota kelompok mendiskusikan topic yang dibahas, konselor kemudian meringkas apa yang telah dibicarakan. Contoh : Konselor menginginkan kelompok nya untuk membuat ringkasan yang telah dibahas. 3. Teknik Pick-Up Konselor me

Memahami Makna Filsafat Pancasila Di abad 21

Memahami makna dan Arti Pancasila Pancasila merupakan dasar falsafah dari Negara Indonesia. Pancasila telah diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945 dan ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa tokoh yang merumuskan pancasila ialah Mr Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Jika pancasila dilihat dari aspek historis maka disini bisa dilihat bagaimana sejarah pancasila yang menjiwai kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia dan bagaimana pancasila tersebut dirumuskan menjadi dasar Negara.  Hal ini dilihat dari pada saat zaman penjajahan dan kolonialisme yang mengakibatkan penderitaan bagi seluruh bangsa Indonesia, yang kemudian diperjuangkan oleh bangsa Indonesia akhirnya merdeka sampai sekarang ini, nilai-nilai pancasila tumbuh dan berkembang dalam setiap kehidupan masyarakat Indonesia. Tentunya pengamalan sila-sila pancasila juga perlu diterapkan d

Perilaku Memilih masyarakat "Golput" pada Pemilu Eksekutif dan legislatif di Indonesia

 KAJIAN ILMU   POLITIK TENTANG PERILAKU MEMILIH DALAM PEMILU EKSEKUTIF  “Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih Dalam Pemilu” (Golput) 1.  Pendahuluan /latar belakang masalah Bangsa Indonesia sejak tahun 1955 hingga 2009 saja Indonesia sudah melaksanakan 10 kali pemilihan umum eksekutif. Fakta dalam setiap pelaksanaan eksekutif masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya selalu ada dan cendrung meningkat dari setiap pelaksanaan eksekutif. Perilaku tidak memilih pemilih di Indonesia dikenal dengan sebutan golput. Kata golput adalah singkatan dari golongan putih. Makna inti dari kata golput adalah tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu dengan berbagai faktor dan alasan. Fenomena golput sudah terjadi sejak diselenggarakan pemilu pertama tahun 1955, akibat ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang penyelenggaraan pemilu. Biasanya mereka tidak datang ke tempat pemungutan suara. Sedangkan di era Orde Baru, golput lebih diartikan sebagai gerakan moral untuk mempro