2.1 Memahami Pengertian Konsep Diri (Teori Konsep Diri Positif) Konsep diri menurut Depdikbud (1994:
520), terdiri dari dua kata, konsep dan diri. Konsep adalah gambaran mental
dari objek, sedangkan diri menurut Depdikbud (1994: 236) adalah “orang”.
Jadi definisi konseptual konsep diri adalah gambaran mental seseorang. Definisi
operasional konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri sendiri
(persepsi diri). Diri menurut Hutagalung (2007:21) adalah “ semua ciri jenis kelamin,
pengalaman, latar belakang budaya, pendidikan, dan sebagainya yang melekat pada
diri seseorang. Makin dewasa dan makin tinggi kecerdasan seseorang maka makin
mampu ia menggambarkan dirinya sendiri, makin baik konsep dirinya”.
baca juga:Contoh Instrumen Verbatim Konseling Remaja Menggunakan Topik Permainan Peran
Menurut
Atwater (dalam Kemali Syarif 2013:125) disebutkan bahwa “ konsep diri adalah keseluruhan gambaran
diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan
nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya”. Sementara menurut Zuyina (2010:
13) konsep diri adalah : “perasaan seseorang tentang dirinya sebagai pribadi
yang utuh dengan karakteristik yang unik, sehingga akan mudah dikenali sebagai
sosok yang mempunyai ciri khas tersendiri”. Pudjiyogyanti (1995: 2) menjelaskan
konsep diri mencakup “seluruh pandangan
individu akan dimensi fisik, karakteristik pribadinya, motivasi, kelemahan,
kepandaian dan kegagalannya".
Selanjutnya
William D.Brooks dalam Rahkmat (2005:105) bahwa “dalam menilai dirinya
seseorang ada yang menilai positif dan ada yang menilai negatif. Maksudnya
individu tersebut ada yang mempunyai konsep diri yang positif dan ada yang
mempunyai konsep diri yang negatif”. Sementara Slameto (2010:184) menjelaskan
bahwa “konsep diri merupakan suatu kepercayaan mengenai keadaan diri sendiri
yang relatif sulit diubah”.
Menurut Burns dalam Hutagalung ( 2007 : 25 ) konsep
diri positif tercermin pada 1) Orang yang ‘terbuka’, 2) Orang yang tidak mengalami hambatan untuk
berbicara dengan orang lain, bahkan
dalam situasi yang masih asing sekalipun, 3) Orang yang cepat tanggap terhadap situasi
sekelilingnya.
Sementara
menurut pendapat Alex Sobur (2003:505), ada 4 aspek indikator yang dapat
dilihat dalam konsep diri :
1. Konsep diri fisik, Pandangan seorang individu tentang dirinya secara
fisik, baik itu tubuh dan semua aktivitas biologis yang berlangsung di
dalamnya.
2. Konsep diri sebagai proses, suatu aliran akal pikiran, emosi, dan
prilaku kita yang konstan.
3. Konsep diri sosial, suatu pandangan atas akal pikiran dan prilaku kita
ambil sebagai respon secara umum terhadap orang lain dan masyarakat.
4. Konsep diri yang berkaitan dengan cita diri,keinginan dan pengharapan
terhadap cita-cita yang ingin diraih seseorang
Berdasarkan
pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsep diri positif adalah gambaran diri
seseorang yang meliputi persepsi seseorang tentang diri, perasaan, keyakinan,
dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya yang tercermin pada orang yang
terbuka, sehingga tidak mengalami hambatan berbicara dengan orang lain, serta
cepat tanggap terhadap situasi disekelilingnya.
2.1. Karakteristik
Konsep Diri Positif
Menurut
Winarti (2007:23) mengatakan bahwa indikator konsep diri positif adalah :
(1) Yakin akan kemampuannya
menyelesaikan masalah. (2) Orang
tersebut biasanya terbuka. (3) Tidak mengalami hambatan untuk berbicara
dengan orang lain, bahkan dalam situasi
yang masih asing. (4) Cepat tanggap terhadap situasi yang
sekelilingnya. (5) Merasa setara dengan orang lain. (6) Ia
menyadari, bahwa setiap orang mempunyai
berbagai perasaan, keinginan, perilaku yang sekurangnya disetujui oleh
lingkungan sosial. (7) Ia mampu memperbaiki dirinya karena ia
sanggup mengungkapkan aspek – aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusah
mengubahnya. (8) Ia menerima pinjaman tanpa rasa malu.
Konsep diri menurut
Astuti : (2014 : 43) adalah “penilaian terhadap diri, dan peran diri
serta dan pandangan terhadap diri”. Selanjutnya
pengertian konsep diri positif dan konsep diri negatif menurut Brooks
dan Emmart (1976) yang dimuat
dalam laman (www.psychoshare.com 2015) dijelaskan konsep diri positif menunjukkan
karakteristik sebagai berikut :
- Merasa
mampu mengatasi masalah. Pemahaman diri terhadap kemampuan subyektif untuk
mengatasi persoalan-persoalan obyektif yang dihadapi.
- Merasa
setara dengan orang lain. Pemahaman bahwa manusia dilahirkan tidak dengan
membawa pengetahuan dan kekayaan. Pengetahuan dan kekayaan didapatkan dari
proses belajar dan bekerja sepanjang hidup. Pemahaman tersebut menyebabkan
individu tidak merasa lebih atau kurang terhadap orang lain.
- Menerima
pujian tanpa rasa malu. Pemahaman terhadap pujian, atau penghargaan layak
diberikan terhadap individu berdasarkan dari hasil apa yang telah
dikerjakan sebelumnya.
- Merasa
mampu memperbaiki diri. Kemampuan untuk melakukan proses refleksi diri
untuk memperbaiki perilaku yang dianggap kurang.
Sedangkan orang yang memiliki konsep diri yang
negatif menunjukkan karakteristik sebagai berikut :
- Peka
terhadap kritik. Kurangnya kemampuan untuk menerima kritik dari orang lain
sebagai proses refleksi diri.
- Bersikap
responsif terhadap pujian. Bersikap yang berlebihan terhadap tindakan yang
telah dilakukan, sehingga merasa segala tindakannya perlu mendapat
penghargaan.
- Cenderung
merasa tidak disukai orang lain. Perasaan subyektif bahwa setiap orang
lain disekitarnya memandang dirinya dengan negatif.
- Mempunyai
sikap hiperkritik. Suka melakukan kritik negatif secara berlebihan
terhadap orang lain.
- Mengalami
hambatan dalam interaksi dengan lingkungan sosialnya. Merasa kurang mampu
dalam berinteraksi dengan orang-orang lain.
Menurut
beberapa pendapat ahli diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri positif pada
siswa disekolah anatara lain :
a. Keyakinan
diri dalam menyelesaikan masalah seperti percaya diri dan optimis dalam
menyelesaikan masalah.
b. Merasa setara dengan orang lain seperti puas
terhadap diri sendiri, merasa memiliki kemampuan yang sama dengan orang lain.
c. Menerima
pinjaman tanpa rasa malu seperti berani meminjam buku pelajaran karena
keperluan, menghargai, menjaga dan mengembalikan pinjaman tepat pada waktunya.
d. Mampu
memperbaiki diri seperti kemampuan berinstropeksi diri dalam menghargai orang
lain dan perbedaan
e. Peka
terhadap lingkungan sehingga mampu menyesuaikan diri, tanggap terhadap situasi
sekitar, dan perduli sesama.
Aspek-Aspek Konsep
Diri
Menurut pendapat Calhoun dan Acocella (dalam Ghufron dan Risna wati, 2011: 17)
mengatakan konsep diri terdiri dari tiga dimensi atau aspek diantaranya adalah :
a.
Pengetahuan
Pengetahuan
adalah apa yang individu ketahui tentang dirinya, secara fisik, usia, jenis
kelamin, kebangsaan, suku, pekerjaan, agama dan lain sebagainya.
b. Harapan
Pada
saat-saat tertentu, individu yang mempunyai satu aspek pandangan tentang
kemungkinan dirinya menjadi apa di masa depan. Singkatnya, individu mempunyai
harapan bagi dirinya sendiri untuk menjadi diri yang ideal. Diri yang ideal
sangat berbeda pada masing-masing individu.
c. Penilaian
Di dalam
penilaian, individu berperan sebagai penilai tentang dirinya sendiri. Pakah
bertentangan dengan 1) "Siapakah Saya", Pengharapan Bagi Individu; 2)
Seharusnya saya Menjadi apa. Standar bagi individu. Hasil penilaian tersebut
disebut harga diri. Semakin tidak sesuai antara harapan dan standar diri, maka
akan semakin rendah harga diri seseorang
Dalam menjalani hidup juga harus memiliki konsep
diri positif didalam diri. Konsep diri positif harus dimiliki
oleh setiap individu. Menurut Hutagalung
( 2007:27 ) faktor yang mempengaruhi
konsep diri ada dua yaitu orang lain dan
kelompok acuan.
a.
Orang Lain
Dimana
seseorang mengenal tentang dirinya dengan mengenal orang lain terlebih
dahulu. Konsep diri seorang individu
terbentuk dari bagaimana penilaian orang lain mengenai dirinya. Tidak semua
orang berpengaruh pada diri seseorang.
Yang paling berpengaruh adalah orang – orang yang disebut significant others, yakni orang – orang yang sangat penting bagi
diri seseorang. Ketika kecil, significant
others adalah orang tua dan saudara.
Dari merekalah seseorang membentuk konsep dirinya. Seorang individu akan menilai dirinya positif
ketika yang bersangkutan mendapatkan senyuman,
penghargaan, pelukan ataupun
pujian. Sebaliknya seorang akan menilai
dirinya negatif jika memperoleh kecaman,
cemoohan ataupun makian. Dalam
perkembangannya, significant others
meliputi semua orang yang memengaruhi perilaku,
pikiran, dan perasaan sesorang.
Jika
individu telah dewasa, maka yang bersangkutan akan mencoba untuk menghimpun
penilaian semua orang yang pernah berhubungan dengannya. Konsep ini disebut generalized others, yaitu pandangan seseorang mengenai dirinya
berdasarkan keseluruhan pandangan orang lain terhadap dirinya. Misalnya, dari berbagai informasi yang diterimanya dari
orang lain.
b.
Kelompok acuan ( Reference group )
Dalam kehidupannya, setiap orang sebagai anggota masyarakat
menjadi anggota masyarakat menjadi anggota berbagai kelompok. Setiap kelompok memiliki norma – norma
sendiri. Diantara kelompok
tersebut, ada yang disebut kelompok
acuan, yang membuat individu mengarahkan
perilakunya sesuai dengan norma dan nilai yang dianut kelompok tertentu. Kelompo inilah yang memengaruhi konsep diri
seseorang.
Dari
teori diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri terdiri dari tiga dimensi yang
diantaranya adalah pengetahuan, harapan penilaian yang mempengaruhi dua faktor
yaitu orang lain dan kelompok acuan.
Upaya Positif yang Bisa dilakukan orang
tua/pendamping
Dalam
membangun konsep diri positif di dalam diri kita maka salah satu yang sangat
berpengaruh di dalam meningkatkan monsep diri positif adalah orang tua maupun
teman terdekat kita. Dan biasanya yang sangat berpengaruh adalah peran orang
tua. Konsep diri mulai terbentuk dan berkembang begitu manusia lahir. Konsep
diri merupakan faktor bawaan tapi dibentuk dan berkembang melalui proses
belajar yaitu dari pengalaman-pengalaman individu dalam interaksinya dengan
orang lain. Individu dengan konsep diri yang tinggi lebih banyak memiliki
pengalaman yang menyenangkan daripada individu dengan konsep diri yang rendah.
Menurut
Malpa (2011) yang dimuat dalam laman edukasi.kompasiana.com, ada enam belas upaya positif yang dapat dilakukan orang tua untuk meningkatkan konsep diri positif anak
diantaranya :
- Tunjukan sikap hangat, rasa sayang dan ikhlas dalam berhubungan dengan bayi dan anak-anak.
- Banyak berbicara, berkomunikasi positif dengan memberi stimulasi sebanyak mungkin walaupun reaksi bayi/anak belum siknifikan.
- Berdongeng bersama anak sejak bayi sebagai alat transfer nilai moral, komunikasi dua arah dan kreativitas.
- Mengerti kecenderungan dan kebutuhan anak, seperti arti tangisan anak.
- Hindari perbandingan anak dengan anak lain dan berbicara tentang keburukan anak pada orang lain di depan anak.
- Fokuskan perhatian pada sisi positif anak dan perhatikan serta motivasikan agar anak mengenal kemampuan-kemampuannya.
- Tunjukkan apresiasi orang tua/pendamping terhadap sisi positif anak dan juga katakan bahwa orang lainpun mengapresiasi dia.
- Jika memberikan batasan terhadap perilaku anak, nyatakan secara jelas dampak dari perilakunya terhadap anak lain atau dirinya sendiri.
- Buatlah pilihan-pilihan yang menghindari kata “tidak” & “terserah” dalam pendidikan disiplin, rutinitas positif.
- Hindari memberi hukuman dan melontarkan kata-kata atribut negatif seperti: “kamu anak yang paling cengeng, rewel, nakal” atau “di dunia cuma kamu satu-satunya yang susah diatur”.
- Jadikan rumah tempat yang aman untuk anak bergerak dengan memperhatikan keamanan dari colokan listrik dan barang-barang di rumah yang bisa mencelakakan anak.
- Biarkan anak berimajinasi dan bereksperimen serta menyatakan perasaan mereka dengan segala keunikannya, aktiflah bersama imajinasi anak.
- Beri kesempatan pada anak anda untuk bereksplorasi, mencoba karena selama ada ruang untuk berbuat suatu kesalahan, disana anak belajar.
- Hargai anak atas apapun yang mereka lakukan meskipun kecil.
- Jujurlah terhadap kondisi yang dialami anak, jangan membohonginya dengan tahayul.
- Jadilah contoh atau model dan lakukan kegiatan sederhana bersama anak.
Dari
penjelasan upaya konsep diri diatas dapat disimpulkan bahwa konsep diri dapat
dilakukan melalui sikap yang hangat, dengan banyak berbicara terhadap anak,
berdongeng bersama anak sejak bayi, mengerti kecenderungan dan kebutuhan anak,
menghindari perbandingan anak dengan anak lain, fokuskan perhatian pada sisi
positif anak, tunjukkan apresiasi orang tua / pendamping terhadap sisi positif
anak, nyatakan secara jelas dampak dari prilaku anak terhadap batasan yang
diberikan, membuat pilihan-pilihan yang menghindari kata “tidak” dan “terserah”
dalam mendidik disiplin anak, hindari memberi hukuman yang melontarkan kata-
kata negtaif, menjadikan rumah menjadi tempat yang nyaman untuk anak, membiarkan anak
berimajinasi dan bereksperimen dengan positif, memberi kesempatan anak untuk
bereksplorisasi, hargai anak atas apapun yang mereka lakukan, jujur terhadap
kondisi yang dialami anak, dan menjadi contoh yang baik terhadap anak.
Konseling Remaja
Pengertian
Konseling Remaja
Menurut Geldard
(2012: 3) menyebutkan konseling remaja adalah :
Proses bantuan yang dilakukan kepada
seorang individu dengan sikap, keyakinan, konstrak, perilaku, dan respon
uniknya masing- masing dalam menghadapi tantangan yang dihadapinya. Konsekuensinya
mengembangkan sebuah cara untuk bekerja secara kolaboratif dan proaktif dengan
masing- masing remaja, menghargai mereka sebagai individu- individu dan
mengundang mereka untuk terlibat aktif di dalam memilih strategi dan intervensi
konseling yang menarik dan bermanfaat baginya”.
Menurut Sarwono
(2012:81), “remaja adalah masa transisi dari periode anak ke dewasa. Namun
apakah dewasa itu? Secara psikologis, kedewasaan tentu bukan hanya tercapainya
usia tertentu seperti dalam ilmu hukum. Kembali Geldard
(2011: 5) menyebutkan tentang konseling remaja sebagai seseorang yang ada pada
tahap remaja akan bergerak dari sebagai bagian suatu kelompok keluarga menjadi
bagian dari suatu kelompok teman sebaya dan hingga akhirnya mampu berdiri
sendiri sebagai orang dewasa.
Dari
beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa konseling remaja adalah
proses bantuan yang diberikan konselor kepada individu dengan berbagai strategi
yang disesuaikan dengan kebutuhan remaja sehingga tugas- tugas perkembangan
remaja dapat terwujud dengan baik.
Langkah-
langkah Konseling
Brammer, Abergo & Shostrom (dalam Lubis 2011:83)
memberikan langkah- langkah konseling tersebut sebagai berikut:
Langkah
1 : Membangun Hubungan
Membangun
hubungan dijadikan langkah pertama dalam konseling, karena klien dan konselor
harus saling mengenal dan menjalin kedekatan emosional sebelum sampai pada
pemecahan masalahnya. Pada tahapan ini, seorang klien perlu mengetahui sejauh
mana kompetensi yang dimiliki konselor. Selain itu, konselor tidaklah mudah
tanpa adanya kepercayaan, dan klien tidak akan membuka dirinya pada konselor.
Oleh karena itu, seorang konselor harus menunjukkan bahwa ia dapat dipercaya
dan kompeten menangani masalah klien.
Willis (dalam Lubis 2011:83)
mengatakan bahwa dalam hubungan konseling harus terbentuk a working
relationship yaitu hubungan yang berfungsi bermakna dan berguna. Konselor dan
klien saling terbuka satu sama lain tanpa ada kepura- puraan. Selain itu,
konselor dapat melibatkan klien terus menerus dalam proses konseling. Konselor
juga dapat meminta klien agar berkomitmen menjalani konseling dengan
sunggung-sungguh. Meminta kesediaan klien melakukan komitmen perlu dilakukan
untuk mencegah klien menghindar/ menolak komitmen yang telah disepakati.
Langkah
2 : Identifikasi dan Penilaian
Masalah
Apabila
hubungan konseling telah terjalin baik, maka langkah selanjutnya adalah mulai
mendiskusikan sasaran- sasaran spesifik dan tingkah laku seperti apa yang
menjadi ukuran keberhasilan konseling.Konselor perlu memperjelas tujuan yang
ingin dicapai oleh mereka berdua.Hal penting dalam langkah ini adalah bagaimana
keterampilan konselor dapat mengangkat isu dan masalah yang dihadapi klien.Pengungkapan
masalah klien kemudian diidentifikasi dan didiagnosis secara cermat. Seringkali
klien tidak tidak begitu jelas mengungkapkan masalahnya, atau ia hanya secara
samar menjelaskannya. Apabila hal ini terjadi, konselor harus membantu klien
mendefenisikan masalahnya secara tepat agar tidak terjadi kekeliruan dalam
diagnosis.
Langkah
3 : Memfasilitasi Perubahan Konseling
Langkah berikutnya adalah konselor mulai
memikirkan alternative pendekatan dan strategi yang akan digunakan agar sesuai
dengan masalah klien. Harus dipertimbangkan pula bagaimana konsekuensi dari
alternative dan strategi tersebut. Jangan sampai teknik pendekatan dan strategi
yang digunakan bertentangan dengan nilai- nilai yang terdapat pada diri klien,
karena akan menyebabkan klien otomatis menarik dirinya dan menolak terlibat
dalam proses konseling.
Ada beberapa strategi yang dikemukakan
oleh Willis (2011:27)
untuk dipertimbangkan dalam konseling :
1
Mengomunikasikan nilai- nilai inti agar
klienselalu jujur dan terbuka sehingga dapat menggali lebih dalam masalahnya.
2
Menantang klien untuk mencari rencana
dan strategi baru melalui berbagai alternatif. Hal ini akan membuatnya
termotivasi untuk meningkatkan dirinya sendiri.
3
Setelah alternatif dan strategi disusun
dengan matang, maka langkah selanjutnya adalah melakukan intervensi pada klien.
Dalam hal ini konselor harus mengevaluasi terus- menerus apakah ada kemajuan
dalam proses konseling, atau malah menyadari bahwa intervensi yang digunakan
tidak tepat sehingga harus dicari kembali alternatif dan strategi yang baru.
Langkah
4 : Evaluasi dan Terminasi
Langkah keempat ini adalah langkah
terakhir dalam proses konseling secara umum. Evaluasi terhadap konseling akan
dilakukan secara keseluruhan. Yang menjadi ukuran keberhasilan konseling akan tampak
pada kemajuan tingkah laku klien yang berkembang ke arah yang lebih positif.
Pertanyaan evaluasi yang penting mencakup: Apakah hubungan ini telah memberi
kemajuan pada diri klien? Sejauh mana membantu? Bila tidak, mengapa hal
itu bisa terjadi? Apakah
semua sasaran strategi telah tercapai? Dan sebagainya.
Menurut
Willis dalam Namora (2011: 86) pada langkah terakhir sebuah proses konseling
akan ditandai pada beberapa hal
:
1
Menurunnya tingkat
kecemasan klien.
2
Adanya perubahan
perilaku klien kea rah yang lebih positif, sehat dan dinamis.
3
Adanya rencana hidup di
masa mendatang dengan program yang jelas.
4
Terjadinya perubahan
sikap positif. Hal ini ditandai dengan klien sudah mampu berpikir realistis dan
percaya diri.
Selanjutnya
Stewart dalam Namora (2011: 87) menyusun langkah- langkah konseling yang
dikenal sebagai “Stewart Model” yang terdiri atas enam tahap, yaitu :
Langkah 1 : Penentuan Tujuan
Konseling
Setiap
klien yang datang pada konselor pasti memiliki masalah berbeda. Untuk itulah tujuan
yang ingin dicapai dari konseling juga pasti berbeda, hal itu dibicarakan
pada langkah awal memulai konseling.
Konselor
harus peka terhadap tujuan yang ingin disamoaikan klien. Pada tahap ini,
konselor bertindak sebagai pendengar yang aktif dan berusaha meyakinkan klien
bahwa dirinya akan mampu keluar dari permasalahan yang dihadapinya.
Langkah 2 : Perumusan Konseling
Setelah tujuan
terbentuk, langkah selanjutnya adalah merumuskan konseling baik mengenaai
strukturnya, pendektan yang digunakan, dan rencana tindakan yang akan
dilakukan. Pada tahap ini, konselor dank lien sama- sama menjalin kesepakatan
baik tertulis maupun tertulis tentang apa- apa sajaa yang boleh atau tidak
boleh dilakukan.
Langkah 3 : Pemahaman Kebutuhan
Klien
Pada tahap ini, masalah
klien mulai diperjelas dan dicari kebutuhan apa yang hilang dan ingin dipenuhi
klien. Konselor seyogianya dapat memerhatikan tanggapan klien terhadap
kesulitan yang dihadapinya.Perasaan empati juga perlu ditunjukkan oleh klien
agar klien merasa dimengerti dan tidak merasa dikucilkan karena masalah yang
dimilikinya.
Langkah 4 : Penjajakan Berbagai
Alternatif
Selanjutnya, konselor mulai
memikirkan rencana dan strategi yang akan digunakan untuk memecahkan masalah
klien. Hal yang harus diingat oleh konselor adalah selain membantu klien
mencapai alternatifpendekatan yang sesuai dengan klien, konselor juga harus
mengembangkan minat klien untuk mencari alternatif lain dalam pemecahan
masalahnya. Klien diajak untuk memprediksi akibat- akibat dari setiap rencana
yang diambil beserta resiko yang harus diterima klien.
Langkah 5 : Perencanaan Suatu
Tindakan
Setelah rencana dan
strategi dipersiapkan dengan baik, maka langkah yang diambil selanjutnya adalah
memulai tindakan.Dalam memilih tindakan ini, klien cenderung lebih mudah menjalani
rencana yang dipilihnya sendiri, atau bila berasal dari konselor tetap klien
yang menentukan rencana mana yang harus dijalankan terlebih dahulu.
Langkah 6 : Penghentian Masa
Konseling
Adapun fungsi dari penghentian
konseling seperti yang dikemukakan Ward dalam Namora (2011: 88) adalah:
1. Memeriksa
kesiapan klien dalam menghadapi berakhirnya konseling.
2. Mengatasi
bersama faktor afeksi yang tersisa dan membicarakan hal- hal penting dan
intensif dalam hubungan konselor- klien.
3. Meningkatkan
kepercayaan diri klien untuk mempertahankan perubahan yang telah diperoleh
selama menjalani konseling.
Berdasrkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa
langkah-langkah konseling terdiri dari 1) penentuan tujuan konseling 2)
Perumusan konseling 3) Pemahaman kebutuhan klien 4) penjajakan berbagai
alternatif 5) perencanaan suatu
tindakan dan penghentian masa konseling.
Teknik- teknik Dalam Konseling
A.
Melayani (Attending)
Carkhuff (dalam Lubis 2011: 92) menyatakan bahwa melayani
klien secara pribadi merupakan upayayang dilakukan konselor dalam memberikan
perhatian secara total kepada klien. Hal ini ditampilkan melalui sikap tubuh
dan ekspresi wajah. Secara lebih rinci, berikut ini dikemukakan sikap melayani
(attending) yang baik, yakni:
1)
Kepala, melakukan anggukan
jika setuju
2)
Ekspresi wajah, tenang,
ceria, senyum
3)
Posisi tubuh, agak
condong ke arah klien, jarak konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab
berhadapan atau berdampingan.
4)
Tangan, variasi gerakan
tangan/ lengan spontan berubah- ubah, menggunakan tangan sebagai isyarat,
menggunakan gerakan tangan untuk menekankan ucapan.
5)
Mendengar aktif, aktif
penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai, diam (menanti saat
kesempatan bereaksi), perhatian terarah pada lawan bicara.
Menurut Willis (2011:176), Attending yang ditampilkan konselor akan mempengaruhi kepribadian
klien, yaitu:
a.
Meningkatkan harga diri klien, sebab
sikap dan perilaku attending memungkinkan
konselor menghargai klien. Karena dia dihargai, maka rasa harga diri ada atau
meningkat.
b.
Dengan perilaku attending dapat menciptakan suasana aman bagi klien, karena klien
merasa ada orang yang bisa di pecayai, teman untuk bicara, dan merasa
terlindungi secara emosional.
c.
Perilaku attending memberikan keyakinan kepada klien bahwa konselor adalah tempat
dia mudah untuk mencurahkan segala isi hati dan perasaannya.
Adapun
perilaku Attending
yang tidak baik ditampilkan melalui sikap- sikap menurut Carkhuff
(dalam Lubis 2011: 94) adalah sebagai berikut :
1)
Kepala, kaku.
2)
Muka, kaku, ekspresif melamun, mengalihkan
pandangan, tidak melihat saat klien sedang bicara, mata melotot.
3)
Posisi tubuh, tegak, kaku, bersandar,
miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling.
4)
Memutuskan pembicaraan, berbicara terus
tanpa ada teknik diam untuk memberi kesempatan klien berpikir dan berbicara.
5)
Perhatian, terpecah, mudah buyar oleh
gangguan luar.
B.
Empati
Secara
umum, empati dapat diartikan sebagai kemampuan konselor untuk dapat merasakan
dan menempatkan dirinya di posisi klien.
C.
Refleksi
Secara
lebih sederhana, refleksi dapat didefenisikan sebagaai upaya konselor
memperoleh informasi lebih mendalam tentang apa yang dirasakan oleh klien
dengan cara memantulkan kembali perasaan, pikiran dan pengalaman klien.
D.
Eksplorasi
Adalah
suatu keterampilan konselor untuk menggali perasaan, pengalaman dan pikiran
klien.Hal ini penting, karena kebanyakan klien menyimpan rahasia batin, menutup
atau tidak mampu mengemukakan pendapatnya dengan terus terang.
E.
Menangkap pesan utama (Paraphrasing)
Intinya adalah konselor dapat menyampaikan kembali inti pernyataan
klien secara lebih sederhana.
F.
Bertanya untuk Membuka
Percakapan (Open Question)
Pertanyaan-
pertanyaan terbuka (open question)
sangat diperlukan untuk memunculkan pernyataan- pernyataan baru dari klien.
G.
Bertanya Tertutup (Closed Question)
Tujuan
pertanyaan tertutup adalah: (1) mengumpulkan informasi; (2) untuk menjernihkan
atau memperjelas sesuatu; dan (3) menghentikan omongan klien yang melantur atau
menyimpang jauh.
H.
Dorongan Minimal (Minimal Encouragement)
Tujuannya
adalah membuat klien semakin semangat untuk menyampaikan masalahnya dan
mengarahkan pembicaraan agar mencapai sasaran dan tujuan konseling.
I.
Interpretasi
Tujuannya
adalah untuk memberikan rujukan dan pandangan atas perilaku klien agar klien
mengerti dan berubah melalui pemahaman dan hasil rujukan baru tersebut.
J.
Mengarahkan (Directing)
Tujuannya
adalah agar klien bersedia melakukan sesuatu, misalnya menyuruh klien untuk
bermain peran dengan konselor, atau mengkhayalkan sesuatu.
K.
Menyimpulkan Sementara
(Summarizing)
Hasil
percakapan antara konselor dank lien hendaknya disimpulkan sementara oleh
konselor untuk memberikan gambaran kilas balik (feedback) atas hal- hal yang
telah dibicarakan sehingga klien dapat menyimpulkan kemajuan hasil pembicaraan
secara bertahap, meningkatkan ualitas diskusi, dan mempertajam atau memperjelas
fokus pada wawancara konseling.
L. Memimpin
(Leading)
Dalam
hal ini, seorang konselor diharapkan memiliki keterampilan untuk memimpin
percakapan agar tidak menyimpang dari permasalahan sehingga tujuan konseling
yang utama dapat tercapai sesuai sasarannya.
M. Konfrontasi
Konfrontasi
adalah suatu teknik konseling yang menantang klien untuk melihat adanya
diskrepansi atau inkonsistensi antara perkataan dan bahasa badan (perbuatan),
ide awal dengan ide berikutnya,senyum dengan kepedihan, dan sebagainya.
N.
Menjernihkan (Clarifying)
Ketika
klien menyampaikan permasalahannya dengan kurang jelas attau samar- samar
bahkan dengan keraguan, maka tugas konselor adalah melakukan klarifikasi untuk
memperjelas apa sebenarnya yang ingin disampikan oleh klien. Konselor harus
melakukannya dengan bahasa dan alasan yang rasional sehingga mudah dipahami
oleh klien.
O.
Memudahkan (Facilitating)
Adalah suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien
dengan mudah berbicara dengan konselor dan manyatakan perasaan, pikiran, dan
pengalamannya secara bebas. Sehingga komunikasi dan partisipasi meningkat dan
proses konseling berjalan efektif.
P.
Diam
Dalam
proses konseling, adakalanya seorang konselor perlu untuk bersikap diam. Adapun
alasan konselor melakukan hal ini dapat dikarenakan konselor yang menunggu
klien berpikir, bentuk protes karena klien bicara dengan berbelit- belit atau
menunjang perilaku attending dan empati sehingga klien bebas bicara. Diam
disini bukan berarti tidak ada komunikasi melainkan tetap ada yaitu melalui
perilaku nonverbal. Yang paling ideal, diam itu paling tinggi 5- 10 detik dan
selebihnya dapat diganti dengan dorongan minimal.
Q.
Mengambil Inisiatif
Konselor
juga harus dapat mengambil inisiatif apabila klien kurang bersemangat untuk
berbicara, sering diam, dan kurang partisipatif.Konselor mengucapkan kata- kata
yang mengajak klien untuk berinisiatif dalam menuntaskan diskusi. Selain itu,
inisiatif juga diperlukan apabila klien
kehilangan arah pembicarannya.
R.
Memberi Nasihat
Pemberian
nasihat sebaiknya dilakukan jika klien memintanya.Walau demikian, konselor
tetap harus mempertimbangkan, apakah pantas untuk memberi nasihat atau tidak.
S.
Memberikan Informasi
Dalam
hal informasi yang diminta klien, sama halnya dengan pemberian nasehat. Jika
konselor tidak memiliki informasi sebaiknya dengan jujur katakana bahwa konseir
tidak mengetahui hal itu.Akan tetapi, jika konselor mengetahui informasi,
sebaiknya upayakan agar klien tetap mengusahakannya.
T.
Merencanakan
Tahap
perencanaan disini maksudnya adalah membicarakan kepada klien hal- hal apa yang
akan menjadi program atau aksi nyata dari hasil konseling. Tujuannya adalah
menjadi produktif setelah mengikuti konseling.
U.
Menyimpulkan
Bersamaan
dengan berakhirnya sesi konseling, maka sebaiknya konselor menyimpulkan hasil
pembicaraan secara keseluruhan yang menyangkut tentang pikiran, perasaan klien
sebelum dan setelah mengikuti proses konseling. Selain itu bantulah klien untuk
memantapkan rencana- rencana yang telah disusunnya.
Berdasarkan
penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa teknik dalam konseling terdiri dari
teknik attending, empati refleksi,
eksplorasi, menangkap pesan utama, membuka percakapan, bertanya tertutup,
dorongan minimal, interpretasi, mengarahkan, menyimpulkan sementara, memimpin,
konfrontasi, menjernihkan, memudahkan, diam, mengambil inisiatif, memberi
nasihat, memberikan informasi, merencanakan dan menyimpulkan