Skip to main content

Perilaku Agresif Remaja SMA dan Penyebabnya

Perilaku Agresif Remaja  Sekolah Menengah Atas

Dalam kesempatan kali ini kembali lagi penulis  akan menyampaikan beberapa perilaku dan pengertian dari perilaku agresif yang dialami siswa dimasa remaja yang sedang duduk di bangku sekolah menengah atas

Terdapat banyak ahli psikologi sosial yang melakukan penelitian mengenai perilaku agresif. Perilaku agresif merupakan suatu perilaku yang dilakukan sebagai bentuk tindak balas dari permasalahan sebelumnya. Perilaku agresif dapat muncul dan dilakukan seseorang dengan motif beragam hingga berujung pada tindak kekerasan. Konsep perilaku agresif didasarkan kepada pengertian dasarnya yaitu agresi. Berdasarkan penelitiannya, Berkowitz (1993: 4) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan agresi adalah “segala bentuk perilaku yang dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental. Definisi yang dikemukakan oleh Berkowitz di atas tidak dapat diterima begitu saja, mengingat banyak juga peneliti lain yang menyatakan bahwa agresi tidak hanya merupakan tindakan menyakiti atau kekerasan saja, tetapi perilaku agresi ini dapat berupa pelanggaran hak-hak orang lain atau memaksakan kehendak.



Perilaku agresi dianggap sebagai perilaku yang salah. Hal ini didasarkan kepada asumsi peneliti yang menyatakan bahwa agresi sebagai pelanggaran norma sosial. Tetapi, Albert Bandura (Berkowitz, 2003: 7) sebagai psikolog social-kepribadian, mengatakan bahwa kebanyakan dari kita menganggap bahwa suatu tindakan sebagai “agresi” apabila tidak dilakukan sesuai dengan peran secara umum yang seharusnya. Contohnya adalah seorang dokter bedah yang bekerja membedah seorang pasien. Dokter tersebut tidak dikatakan berperilaku agresi dikarenakan berada dalam peran umum yang diterima seluruh masyarakat.

Sementara itu Mark A. Stewart (dalam Rizky Desniwati, 2008:29) mengklasifikasikan bentuk-bentuk perilaku agresif ke dalam empat kelompok, yaitu:
  1. Aggressiveness (bersifat agresif), yaitu perilaku yang memiliki sifat keagresifan, yang tampak dalam bentuk perkelahian dengan teman sebaya, secara fisik menyerang orang lain, berlaku kasar terhadap orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya, serta memiliki daya saing secara ekstrim.
  2. Non Compliance (ketidakrelaan), yaitu perilaku yang menunjukkan adanya keinginan untuk menantang atau tidak mengikuti aturan yang tampak dalam bentuk kecenderungan untuk tidak mengikuti aturan, tidak disiplin, melawan apa yang ditanyakan, dan suka keluyuran hingga larut malam.
  3. Destructiveness (bersifat merusak), yaitu perilaku yang bertujuan merusak. Perilaku seperti ini akan tampak dalam bentuk membuat keonaran, merusak barang-barang yang ada di rumah, dan merusak barang milik orang lain.
  4. Hostiltiy (bermusuhan), yaitu perilaku yang menunjukkan permusuhan, yang tampak dalam bentuk suka bertengkar, baik dengan teman sebaya maupun orang lain, berlaku kejam terhadap orang lain, dan menaruh rasa dendam.


Berdasarkan pernyataan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif dapat dibedakan menjadi dua yaitu perilaku agresif secara fisik dan perilaku agresif secara verbal. Adapun perilaku agresif yang dilakukan secara fisik, seperti menendang, memukul, dan sebagainya. Sedangkan perilaku agresif secara verbal, seperti menghardik, mengancam, memarahi, dan sebagainya.
Perkembangan penjelasan mengenai agresi ini berujung pada konsep ilmiah yang dikemukakan oleh Baron (Berkowitz, 2003: 28) yang menyatakan bahwa agresi merupakan semua bentuk perilaku yang diarahkan kepada tujuan merugikan atau menyakiti makhluk hidup lain yang ingin menghindari perlakuan seperti itu. Hal ini tidak menyangkut “paksaan”, “kesombongan” atau upaya menguasai, meskipun tindakan seperti itu seringkali disebut sebagai “perilaku agresif” dalam kehidupan sehari-hari, kecuali ada alasan yang kuat untuk menganggap orang itu memiliki keinginan kuat untuk menyakiti seseorang. Perilaku agresif juga tidak dapat dipandang sebagai perilaku yang bertentangan dengan aturan sosial, meskipun orang awam menganggap hal demikian merupakan “perilaku agresif” terutama apabila dianggap “salah”, karena justifikasi yang diberikan orang lain bersifat acak dan relatif.

Dalam psikologi dan ilmu sosial lainnya, pengertian agresi menurutt www.id.wikipedia.org  merujuk pada perilaku yang dimaksudkan untuk membuat objeknya mengalami bahaya atau kesakitan. Agresi dapat dilakukan secara verbal atau fisik. Pengrusakan barang dan perilaku destruktif lainnya juga termasuk dalam bentuk agresi. Menurut agresi secara harfiah berarti “bergerak (pergi, melangkah) ke depan”, berasal dari kata “aggredi”, “ad gradi” (bahasa latin “gradus” berarti “langkah” dan “ad” berarti “ke depan”). Agresi dalam bahasa inggris adalah kata kerja intransitif yaitu “to aggress” yaitu artinya bergerak ke depan tanpa ragu dan takut. Dengan demikian, bahasan mengenai kecenderungan perilaku agresif tidak dapat dipisahkan dari pengertian agresi. 

Dari pemaparan beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa  yang dimaksud dengan perilaku agresif adalah kecenderungan individu untuk melakukan tingkah laku verbal dan atau non-verbal yang bertujuan untuk menyakiti dan atau melukai orang lain yang disebabkan karena frustrasi yang mendalam dan rasa tidak aman yang terjadi pada diri individu. 

Menurut Suharmini (2005:5), menyatakan bahwa “bentuk perilaku agresif ada dua,  yaitu  agresif  verbal  (menyerang  dengan  kata - kata, memaki)  dan  agresif  non  verbal (menyerang dengan perbuatan)” Adapun indikator dari perilaku agresif verbal antara ain yaitu, berkata kasar dan tidak sopan, mecemooh orang lain, membantah pendapat orang lain, melawan perintah orang lain, dan menghasut orang lain. Sedangkan indikator perilaku agresif non-verbal antara lain yaitu, melakukan perkelahian dan penganiayaan, menyerang secara fisik, berlaku kasar terhadap orang lain, tidak disiplin, melakukan pelanggaran peraturan, kecenderungan hedonis, merusak barang-barang dirumah dan barang orang lain, membuat keonaran, berlaku kejam, suka bertengkar dan menaruh rasa dendam kepada orang lain. Perilaku agresif yang dilakukan oleh remaja pada saat ini merupakan suatu bentuk perilaku yang dapat menjadikan remaja tersebut disukai, disegani bahkan dibenci orang lain. Hal ini terjadi dikarenakan kecenderungan perilaku agresif remaja hampir semuanya berasumsi negatif. Secara selintas, memang remaja tidak dapat dipersalahkan jika melihat dari sudut pandang kebutuhan dia untuk beraktualisasi diri terhadap lingkungannya terlebih lingkungan teman sebayanya.

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku agresif meliputi sikap a) Aggressiveness (bersifat agresif), yaitu perilaku yang memiliki sifat keagresifan, yang tampak dalam bentuk perkelahian dengan teman sebaya, secara fisik menyerang orang lain, berlaku kasar terhadap orang tua, guru, dan orang dewasa lainnya, serta memiliki daya saing secara ekstrim. b) Non Compliance (ketidakrelaan), yaitu perilaku yang menunjukkan adanya keinginan untuk menantang atau tidak mengikuti aturan yang tampak dalam bentuk kecenderungan untuk tidak mengikuti aturan, tidak disiplin, melawan apa yang ditanyakan, dan suka keluyuran hingga larut malam. c) Destructiveness (bersifat merusak), yaitu perilaku yang bertujuan merusak. Perilaku seperti ini akan tampak dalam bentuk membuat keonaran, merusak barang-barang yang ada di rumah, dan merusak barang milik orang lain. d) Hostiltiy (bermusuhan), yaitu perilaku yang menunjukkan permusuhan, yang tampak dalam bentuk suka bertengkar, baik dengan teman sebaya maupun orang lain, berlaku kejam terhadap orang lain, dan menaruh rasa dendam.

Faktor Penyebab Prilaku Agresif Remaja Sekolah 

Perilaku agresif yang ditonjolkan oleh remaja tidak serta-merta muncul begitu saja sebagaimana umumnya tingkah laku. Agresif bukanlah variabel yang  muncul secara kebetulan, melainkan dapat muncul karena terdapat kondisi atau faktor tertentu yang mengarahan seseorang berperilaku agresif. Secara umum, faktor penyebab terjadinya perilaku agresif pada seseorang ada yang berasal dari dalam diri individu tersebut, ada pula yang disebabkan oleh faktor dari luar individu. Koeswara (1998: 82) mengemukakan bahwa terdapat dua faktor pemicu
timbulnya perilaku agresif, yaitu faktor internal (frustrasi, stress dan deindividualisasi) dan faktor eksternal (kekuasaan/kepatuhan, efek senjata, provokasi, obat-obatan dan alkohol serta suhu udara).  Penjabarannya adalah sebagai berikut :

a. Faktor Internal

  1. Frustrasi, Frustrasi merupakan sebuah situasi dimana individu terhambat atau gagal dalam usaha mencapai tujuan tertentu yang diinginkannya, atau mengalami hambatan untuk bebas bertindak dalam rangka mencapai tujuan. 
  2. Stres, Para peneliti fisiologi mengemukakan definisi stres sebagai respon, reaksi atau adaptasi fisiologis terhadap stimulus eksternal atau perubahan lingkungan, sedangkan ahli psikologi dan sosiologi mendefinisikan stress bukan sebagai respon, melainkan sebagai stimulus. Efek stres yang menjadi pemicu timbulnya perilaku agresif adalah dari segi efek behavioralnya. 
  3. Deindividualisasi, Deindividualisasi adalah menyingkirkan atau mengurangi peranan beberapa aspek yang terdapat pada individu, yaitu identitas diri atau personalitas individu pelaku dan korban agresi. Contohnya adalah dehumanisasi dan eksploitasi yang dilakukan bangsa kulit putih terhadap bangsa kulit hitam (rasisme) di Afrika Selatan. 


b.   Faktor Eksternal

  1. Kekuasaan/kepatuhan, Kekuasaan yang disalahgunakan akan menjadi pemicu timbulnya perilaku agresif. Penyalahgunaan kekuasaan akan berubah menjadi kekuatan yang memaksa (coercive)
  2. Efek senjata, Senjata memainkan peranan dalam agresi tidak saja karena fungsinya mengefektifkan dan mengefisienkan pelaksanaan agresi.
  3. Provokasi, Provokasi juga dapat mengakibatkan seseorang berperilaku agresif karena tertekan oleh doktrin-doktrin tertentu.
  4. Obat-obatan dan Alkohol, Konsumsi obat-obatan dan alkohol yang berlebihan akan memicu timbulnya perilaku agresif dikarenakan kesadaran seseorang akan terganggu dan mengakibatkan masalah-masalah psikiatris dan neurologis tertentu. 


Selanjutnya menurut Nadirin dalam (http://www.nadhirin.blogspot.com,) ada beberapa faktor anak usia remaja berperilaku agresif diantaranya adalah :

1. Faktor Biologis
Ada beberapa faktor biologis yang mempengaruhi perilaku agresif yaitu : a) Gen tampaknya berpengaruh pada pembentukan sistem neural otak yang mengatur perilaku agresi. b) Sistem otak yang tidak terlibat dalam agresi ternyata dapat memperkuat atau menghambat sirkuit neural yang mengendalikan agresi. c) Kimia darah. Kimia darah (khususnya hormon seks yang sebagian ditentukan faktor keturunan) juga dapat mempengaruhi perilaku agresi.

2.    Faktor lingkungan
Yang mempengaruhi perilaku agresif remaja yaitu:

  • Kemiskinan
    Remaja yang besar dalam lingkungan kemiskinan, maka perilaku  agresi mereka secara alami mengalami penguatan.
  • Anoniomitas
    Terlalu banyak rangsangan indra dan kognitif membuat dunia menjadi sangat impersonal, artinya antara satu orang dengan orang lain tidak lagi saling mengenal. Lebih jauh lagi, setiap individu cenderung menjadi anonim (tidak mempunyai identiras diri). 
  • Suhu udara yang panasBila diperhatikan dengan seksama tawuran yang terjadi di berbagai daerah  seringkali terjadi pada siang hari di terik panas matahari, tapi bila musim hujan relatif tidak ada peristiwa tersebut. Begitu juga dengan aksi-aksi demonstrasi yang berujung pada bentrokan dengan petugas keamanan yang biasa terjadi pada cuaca yang terik dan panas tapi bila hari diguyur hujan aksi tersebut juga menjadi sepi. 


3. Kesenjangan generasi
Adanya perbedaan atau jurang pemisah (gap) antara generasi anak dengan orang tuanya dapat terlihat dalam bentuk hubungan komunikasi yang semakin minimal dan seringkali tidak nyambung. 

4.      Amarah
Marah merupakan emosi yang memiliki cirri-ciri aktifitas system saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang sangat kuat yang biasanya disebabkan akarena adanya kesalahan yang muingkin nyata-nyata salah atau mungkin tidak.

5. Peran belajar pendekatan kekerasan
Model pahlawan-pahlawan di film-film seringkali mendapat imbalan setelah mereka melakukan tindak kekerasan. Hal bisa menjadikan penonton akan semakin mendapat penguatan bahwa hal tersebut merupakan hal yang menyenangkan dan dapat dijadikan suatu sistem nilai bagi dirinya.

6. Frustasi

Frustasi terjadi bila seseorang terhalang oleh ssesuatu hal dalam mencapai suatu tujuan, kebutuhan, keinginan, pengharapan atau tindakan tertentu. Agresi merupakan salah satu cara merespon terhadap frustasi. Remaja miskin yang nakal adalah akibat dari frustasi yang behubungan dengan banyaknya waktu menganggur, keuangan yang pas-pasan dan adanya kebutuhan yang harus segera tepenuhi tetapi sulit sekali tercap[ai. Akibatnya mereka menjadi mudah marah dan berperilaku agresi.

7. Proses pendisiplinan yang keliru
Pendidikan disiplin yang otoriter dengan penerapan yang keras terutama dilakukan dengan memberikan hukuman fisik, dapat menimbulkan berbagai pengaruh yang buruk bagi remaja.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa prilaku agresif dapat diakibatkan oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi faktor yang berkaitan langsung dalam diri individu seperti stres dan keadaan psikologis lainnya. Faktor eksternal meliputi faktor dari luar diri yang meliputi kekuasaan, efek senjata maupun provokasi. 


Popular posts from this blog

Beberapa Teknik yang digunakan dalam Konseling Kelompok (Bimbingan Konseling)

TEKNIK – TEKNIK KONSELING KELOMPOK Berikut ini adalah beberapa Teknik atau cara yang sering dan dapat digunakan (situasional) untuk kegiatan konseling kelompok dalam bimbingan dan konseling 1. Teknik Re-inforcement (penguatan) Salah satu metode dalam menstimulasi spontanitas dan interaksi antara anggota kelompok adalah dengan membuat pernyataan verbal ataupun non verbal yang bersifat menyenangkan. Cara ini sangat membantu ketika memulai konseling pada kelompok baru. Contoh : Verbal :“super sekali” Non verbal : acungan jempol 2. Teknik Summary ( Meringkas) Summary adalah kumpulan dari dua tema masalah atau lebih dan refleksi yang merupakan ringkasan dari pembicaraan konseli .Teknik ini digunakan selama proses konseling terjadi. Setelah anggota kelompok mendiskusikan topic yang dibahas, konselor kemudian meringkas apa yang telah dibicarakan. Contoh : Konselor menginginkan kelompok nya untuk membuat ringkasan yang telah dibahas. 3. Teknik Pick-Up Konselor me

Sifat dan Hakikat Kebudayaan

Memahami Sifat dan Hakikat Kebudayaan Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbeda budaya dan menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari. Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia. Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi

Aspek - Aspek dalam Pembelajaran

Memahami Aspek Pembelajaran Berdasarkann teori menurut Bloom seperti yang dikutip dalam Suprijono(2010 : 6) bahwa: “hasil belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik”. Aspek kognitif meliputi pengetahuan seseorang dalam belajar dimana pengetahuan tersebut menjadi acuan dalam berpikir. Demikian dengan aspek afektif yang meliputi sikap seseorang. Dengan pemenuhan terhadap aspek ini seseorang dapat memberikan reaksi yang didasarkan pada aspek kognitif. Aspek psikomotorik merupakan tindakan yang dihasilkan melalui aspek-aspek sebelumnya, dimana aspek ini muncul setelah melalui beberapa tahap dari  aspek kognitif dan afektif.Aspek pembelajaran bergantung pada proses pembelajaran. Menurut Ahmadi (2003 : 260) yaitu : “problematika How : masalah how (bagaimana) berkenaan dengan cara/metode yang digunakan dalam proses pendidikan”. Menggunakan pola mengajar yang relevan bagi seorang guru adalah solusi cerdas untuk dapat meningkatkan hasil siswa dalam belajar, di mana p