A. Pendahuluan
Dalam suatu negara yang menganut sistem mekanisme pasar, termasuk mekanisme pasar terkendali seperti Indonesia, pajak merupakan “ instrumen “ pemerintah yang sangat vital dan strategis. Dengan uang pajak , pemerintah dapat melaksanakan pembangunan, mengerakkan roda pemerintahan, mengatur perekonomian masyarakat dan negara.
Dalam kaitannya dengan pembangunan dan kesejahteraan, pajak memiliki fungsi-fungsi yang dapat dipakai untuk menunjang tercapainya suatu masyarakat yang adil dan makmur secara merata. Fungsi – fungsi tersebut adalah budgeter / finansial yang memberikan masukan uang sebanyak-banyaknya ke kas negara dan fungsi regulerend / mengatur bahwa pajak sebagai alat untuk mengatur masyarakat baik dalam bidang ekonomi maupun politik. ( Erly Suandy, 2002 : 13 )
Adam Smith dalam bukunya An Inquire The Nature and Cause of the Wealth of Nations mengemukakan empat prinsip pokok yang harus di perhatikan dalam pemunggutan pajak yaitu : keadilan (equity ), yuridis (certainty), ekonomis dan efesiensi (convenience of payment ) bahwa penggenaan pajak jangan sampai mematikan atau
memberatkan dunia usaha justru makin memotivasi berkembangnya ekonomi suatu Negara. (Hadi Irawan, 2003, 10)
Menurut Direktur Jenderal Pajak Departemen Keuangan Hadi Purnomo bahwa tingkat kepatuhan pajak masyarakat meningkat pesat dalam tiga tahun terakhir ini, sebagai tercermin dari peningkatan perolehan pajak. Pendapatan pajak meningkat dari Rp. 100 triliun tahun 2001 menjadi Rp.164 trilliun tahun 2002, dan tahun 2003 ditargetkan meningkat lagi menjadi Rp.210 triliun akan tetapi baru terealisasi sebesar Rp. 204,153 triliun dengan perincian Pajak Penghasilan ( PPh ) Migas Rp. 18,78 triliun,PPN non Migas Rp.96,05 triliun, PBB Rp. 8,76 triliun,BPHTB Rp. 2,14 triliun dan pajak lainnya Rp.1,65 triliun. Sedangkan secara terpisah Dirjen Pajak Hadi Poernomo memperkirakan target penerimaan pajak pada APBN sebesar 232 triliun pada tahun 2004. (Jawa Pos, 2004 : 7) Dari perolehan ini sektor perpajakan menyumbang 75 % pendapatan negara. Untuk memenuhi target menjadi 81 % penyumbang pendapatan negara sungguh merupakan pekerjaan yang bukan mudah. Berbagai tantangan dan kendala yang dihadapi demikian kompleks, mulai dari masalah perekonomian nasional dan internasional, pelayanan birokrasi, hingga masalah kepatuhan dan kesadaran wajib pajak.
Kebijakan perpajakan di Indonesia memang mesti dilakukan dengan hati- hati karena kebijakan itu berapapun kadarnya tetap menjadi “disinsentif“ bagi perkembangan dunia usaha yang masih pincang sejak krisis ekonomi. Namun Kebijakan perpajakan tentu saja sulit menggulirkan pembangunan terutama penyediaan infrastruktur dan redistribusi pendapatan.
Apalagi penerimaan negara dari sektor pajak menjadi salah satu indikator kunci keberhasilan pemerintah. Jika ditarik lebih lanjut, apapun sistem pajak yang dilaksanakan maka ukuran keberhasilan akan berpulang pada jumlah setoran pajak pada kas negara, entah dari voluntary compliance wajib pajak ataupun dari tindakan aktif penagihan pajak.
Strategi peningkatan penerimaan pajak yang diterapkan pemerintah selain penambahan jumlah wajib pajak baik pribadi maupun badan, menyederhanakan sistem pajak melalui paket UU perpajakan, reformasi perpajakan tahun 2005 yang berkaitan dengan penurunan tarif tertinggi menjadi 30 %, peningkatan penghasilan tidak kena pajak pada Peraturan Menteri Keuangan No.564 tahun 2004, juga tidak melupakan program peningkatan pencairan tunggakan pajak antara lain melalui perbaikan frekuensi dan mutu penagihan pajak.
Untuk masalah kepatuhan wajib pajak maka Dirjen Pajak mulai mengoptimalkan seluruh aparatnya untuk memaksa wajib pajak yang membandel dan tidak kooperatif dalam memenuhi kewajibannya untuk membayar pajak .
Adapun hambatan itu bisa berupa perlawanan pasif dan aktif yang dilakukan oleh wajib pajak berbentuk badan hukum ( rechtpersoon, legal persoon ) dan orang pribadi ( naturalijk persoon ) dalam rangka untuk melepaskan kewajibannya membayar pajak, akibat perbuatan wajib pajak ini pemerintah dirugihkan miliaran rupiah. (Muqodim,1996 : 31-33 ) Nilai tunggakan 96 wajib pajak pada awal 2004 mencapai Rp.962,136 Miliar, namun para penunggak pajak itu bersedia mencicil kewajibannya pada akhir tahun 2004.
Menurut Staf Ahli Tenaga Pengkajia ...................Penegakan hukum pidana More Document