Memahami Budaya Politik Indonesia
Untuk memahami budaya politik di Indonesia ada baiknya jika kita terlebih dahulu memahami tentang Budaya politik itu sendiri.Menurut Maksudi (2012 : 71) budaya politik indonesia bergerak diantara :
1. Subject-participant culture
Tingkat partisipasi politik masyarakat dalam kehidupan politik terhadap Input-Input politik semakin tinggi, baik itu berupa tuntutan maupun dukungan terhadap pemerintah. Namun dalam waktu yang bersamaan masih ada sebaggian masyarakat yang masih tidak berdaya untuk mempengaruhi kebijakan sesuai dengan aspirasi mereka. Mereka ini adalah orang-orang yang termarginalkan atau terpinggirkan yakni yang tidak mampu dan miskin sehingga perhatian mereka hanya pada output sistem politik saja ketimbang perhatianya kepada proses input. Kondisi ini menunjukkan kepada kita bahwa di satu sisi sudah terdapat warga masyarakat yang telah termodernisasikan dengan baik, menjadi partisipan baik dalam sistem politik dengan terlibat langsung maupun tidak langsung dalam mempengaruhi kehidupan politik, tetapi disisi lain masih terdapat masyarakat yang merasa tidak mempunyai kemampuan apa pun untuk terlibat dalam kehidupan politik. Untuk lebih memahami buday politik ini Pada kesempatan yang lain saya sudah menjelaskan tentang budaya politik dan masyarakat yang berkaitan dengan budaya politik di Indonesia dan budaya politik juga memiliki klasifikasi tertententu yang sudah saya jelaskan dikesempatan yang lain.
2. Parochial-participant culture
Dapat dilihat indikatornya ialah semakin menonjolnya ke permukaan wacana kedaerahan di era otonomi ini, yaitu adanya tuntutan yang kuat dari beberapa daerah agar yang menjadi pemimpin daerahnya seperti gubernur, bupati dan walikota itu harus dipilih dari putra daerah asli. Fenomena ini dilihat dari kacamata sistem politik adalah kurang menguntungkan bagi perkembangan pembangunan rasa kebangsaan (nation building) dan kesatuan bangsa. Bertentangan dengan sistem politik demokratis, bahwa seseorang dijadikan pemimpin bukan dilihat dari mana berasal, tetapi dari tract record yang baik.
Sejalan dengan hal itu, Kantaprawira (Maksudi, 2012 : 72) mengemukakan “bahwa budaya politik Indonesia yang bersifat parokial kaula di satu pihak dan budaya partisipan di lain pihak disatu segi massa masih ketinggalan dalam menggunakan hak dan dalam memikul tanggung jawab politiknya yang mungkin disebabkan oleh isolasi dari kebudayaan luar, pengaruh penjajahan, feodalisme, bapakisme, ikatan primordial, sedangkan di lain pihak kaum elitnya sungguh-sunguh merupakan partisipan yang aktif yang kira-kira disebabkan oleh pendidikan modren (barat), kadang-kadang bersifat sekuler dalam arti relatif dapat membedakan faktor-faktor penyebab disientegrasi seperti agama, kesukuan, dll”.