Skip to main content

Kekuatan-Kekuatan Politik Indonesia Di Masa Pemerintahan Orde Reformasi

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penyusun kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul “Kekuatan-kekuatan Politik di Indonesia Pada Masa Pemerintahan Orde Reformasi”. Makalah ini diajukan guna memenuhi tugas Mata Kuliah “Kapita Selekta Politik”. Makalah ini penulis susun berdasarkan buku resensi dan berbagai sumber dari berbagai artikel, jurnal juga internet.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. “Tiada Gading Yang Tak Retak” demikian kata pepatah menyatakan segala kritik dan saran sangat penulis harapkan demi kesempurnaan Makalah ini.
Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan pengetahuan bagi masyarakat ataupun orang banyak, dengan demikian wawasan mahasiswa ataupun masyarakat yang membaca makalah ini semakin bertambah luas.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Seiring berjalannya waktu sejak pasca proklamasi kemerdekaan hingga era reformasi, Indonesia lahir dan berkembang sebagai negara dan bangsa dengan berbagai kekuatan politik didalamnya. Ada yang eksistensinya hanya bertahan seumur jagung dan hilang seiring zaman yang bergulir, ada pula yang bertahan dari dulu hingga sekarang. Kekuatan politik pada dasarnya adalah simbol dari suatu rezim yang tengah berlangsung, namun tentu saja setiap rezim mengikuti peribahasa patah tumbuh hilang berganti ketika suatu rezim berakhir, ada rezim baru yang akan menggantikannya, sehingga secara tidak langsung diperlukan adaptasi terhadap perubahan sosial secara terus menerus. Hal itu dapat dilakukan lewat pengenduran depolitisasi, peningkatan kualitas penyelenggaraan Pemilihan Umum, dan mewujudkan desentralisasi yang nyata kepada daerah-daerah.

Untuk mengamati dan menganalisa kekuatan politik tampaknya sangat disarankan apabila si pengamat terjun langsung dan mengamati secara langsung permasalahan yang akan mempengaruhi kekuatan politik baik sistem, aktor politik dan peranan kultur terhadap politik. Kekuatan politik menampilkan diri sebagai partai politik, Angkatan Bersenjata, Pemuda, Mahasiswa, Kaum Intelektual, dan Golongan Pengusaha serta Kelompok-kelompok penekan lainnya malah sebagai bentuk luar dan masalah-masalah mendalam seperti perkembangan pikiran, ideologi, nilai-nilai dan stuktur sosial dan ekonomi.

Nilai-nilai, filsafat dan ideologi yang mendasari pengukuhan, pengesahan dan rasionalisasi berkembangnya tata susunan politik di Eropa telah berpindah kewilayah bekas jajahan yang diletakkan sejajar dengan politik, ekonomi dan sosial. Terkadang penyalahgunaan ini sangat mudah terjadi di wilayah tersebut. Dalam studi politik telah banyak konsep, cara analisa dan model dikemukakan untuk memahami kekuatan-kekuatan politik yang dimanipestasikan dalam partai politik, angkatan bersenjata, kaum intelektual, pemuda dan mahasiswa, golongan pengusaha, dan kelompok penekan lainnya.

Dalam perbendaharaan ilmu politik terdapat sejumlah konsep yang berkaitan dengan kekuatan (power) seperti pengaruh (influence), persuasi (persuasion), manipulasi (manipulation), peragaan ancaman kekuasaan (coercion), penggunaan tekanan fisik (force), dan kewenangan (authority). Dalam asosiasinya terhadap kekuatan politik, dapatlah ditarik benang merah bahwa tidak mungkin ada kekuatan dalam hal apapun, bukan namanya politik tanpa adanya kekuasaan. Maka dalam pembahasan mengenai kekuatan politik, pertama-tama kita perlu sedikit menguraikan konsep kekuasaan. Begitu banyak pembahasan mengenai kekuasaan politik, namun tiga masalah utama yang selalu diamati oleh ilmuwan politik berkenaan hal ini adalah bagaimana kekuasaan dilaksanakan, bagaimana kekuasaan didistribusikan, dan mengapa suatu pihak tertentu memiliki kekuasaan lebih besar dari yang lain dalam situasi dan kondisi tertentu.

Indonesia, dalam 61 tahun pasca kemerdekaan, telah mengenal kekuatan politik dalam berbagai bentuk, baik formal maupun anomie, yang telah menempati berbagai posisi kekuasaan seiring waktu yang berjalan, dari mulai Revolusi Kemerdekaan sampai periode Reformasi, yang kesemuanya layak dibahas demi mencapai sebuah tujuan bernama pemahaman, karena pemahaman adalah titik awal untuk dapat mengevaluasi suatu objek pengetahuan.

B. Rumusan Masalah
  1. Apa yang dimaksud dengan kekutan politik ?
  2. Bagaimana penggolongan kekuatan politik di era reformasi ?
  3. Seberapa besar fungsi kekuatan politik di era reformasi ?
  4. Apa yang menjadi sebab birokrasi menjadi kekuatan politik di era reformasi ?
  5. Bagaimana pengaruh kekuatan politik terhadap segala apek bidang ?
C. Tujuan Penulisan
  1. Dapat mengetahui pengertian dari kekuatan politik.
  2. Dapat mengetahui penggolongan kekuatan politik di era reformasi.
  3. Dapat mengetahui fungsi kekuatan politik di era reformasi.
  4. Dapat mengetahui sebab birokrasi menjadi kekuatan politik di era reformasi.
  5. Dapat mengetahui pengaruh kekuatan politik terhadap segala aspek bidang.

BAB II
LANDASAN TEORITIS
DOWNLOAD REFERENSI ARTIKEL KEKUATAN POLITIK DAN JURNAL KEKUATAN POLITIK INDONESIA DIMASA PEMERINTAHAN ORDE REFORMASI

A.    Pengertian Kekuatan Politik

Kekuatan politik dipandang sebagai gejala yang selalu terdapat dalam proses politik, namun tidak ada kesepakatan mengenai konsepsi makna kekuatan politik diantara para ilmuwan politik. Beberapa menganjurkan untuk meninggalkan konsep kekuatan karena bersifat kabur dan berkonotasi emosional, namun politik tanpa kekuasaan maupun kekuatan bagaikan agama tanpa moral. Berikut ini pengertian kekuatan politik menurut para pakar ilmu politik :
  • Miriam Budiarjo (1988:52) Mengatakan bahwa yang diartikan dengan Kekuatan- kekuatan politik adalah bisa masuk dalam pengertian Individual maupun dalam pengertian kelembagaan. Dalam pengertian yang bersifat individual, kekuatan-kekuatan politik tidak lain adalah aktor-aktor politik atau orang-orang yangmemainkan peranan dalam kehidupan politik. Orang-orang ini terdiri dari pribadi- pribadi yang hendak mempengaruhi proses pengambilam keputusan politik. Dansecara kelembagaan di sini kekuatan politik sebagai lembaga atau organisasi ataupun bentuk lain yang melembaga dan bertujuan untuk mempengaruhi proses pengambilankeputusan dalam sistem politik.
  • Baktiar Efffendi (2000: 197) : Mengemukakan bahwa kekuatan-kekuatan politik adalah segalah sesuatu yang berperan dan berpengaruh serta terlibat secara aktif didalam dunia politik. Beliau juga membagi kekuatan politik menjadi dua sub bagian besar, yakni kekuatan politik formal dan kekuatan politik non-formal.
B. Penggolongan Kekuatan Politik

Golongan yang bermain di dalam mencari penyelesaian persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sistem politik tidak lagi didasarkan pada golongan Infrastruktur politik dan sufrastruktur politik, partai dan bukan partai. Akan tetapi, kekuatan politik dikategorikan ke dalam golongan ‘radikal’, ‘konservatif’, dan ‘moderat’.
  1. Golongan Radikal Dalam menegakkan suatu kestabilan, hendaklah dilakukan oleh mereka yang bersih dari pengaruh Orde Baru. Pemuka dalam golongan radikal ini datang dari kalangan yang lebih condong untuk berpaling ke Barat dalam mengambil contoh untuk mengatur kehidupan politik dan ekonomi di Indonesia.
  2. Golongan Konservatif lebih diwarnai oleh politik sipil juga menghendaki pembersihan terhadap sisa-sisa rezim Orde Baru, namun menghendaki peranan yang besar dalam politik Indonesia. Golongan ini menghendaki pembangunan yang benar-benar didasarkan kepada kekuatan modal dari dalam negeri. Golongan Konservatif melihat bahwa pengaturan masyarakat lebih baik menggunakan unsur yang terdapat di dalam masyarakat sendiri, serta pengambilan keputusan melalui musyawarah dan mufakat.
  3. Sementara itu, Golongan Moderat lebih memilih suatu pengambilan keputusan melalui tradisi yang khas Indonesia.
C.    Fungsi Kekuatan Politik

Kekuatan Politik adalah Segala sumber daya politik yang digunakan seseorang untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan.
Fungsi Kekuatan Politik yaitu :
  1. Mempengaruhi kebijakan mulai dari proses pembuatan sampai jalannya kebijakan tersebut.
  2. Keseimbangan kekuatan .
  3. Agregator dan artikulator kepentingan Pendekatan Analisa Kekuatan Politik meliputi :
  • Struktural Pendekatan yang melihat peran dan fungsi sesorang/masyarakat dalam sebuat struktur/sistem. Struktur : kinerja.
  • Perilaku (Behavior) - Konflik - Konflik tak selamanya negative – Aktor.
D. Birokrasi menjadi Kekuatan Politik di Era Reformasi

Birokrasi sebagai kekuatan politik di indonesia adalah merupakan bagian dari upaya untuk melangengkan hubungan antara pimpinan dengan birokrat itu sendiri. Paradigma ini yang sering di temukan dalam pemerintahan dalam negara. Kemudian budaya politik yang ada di indonesia adalah budaya paternalistik sehingga ketika pemimpin dari salah satu kelompok atau golongan maka sudah otomatis secara struktural dan secara kultural penempatan orang  dalam birokrasi akan terlaksana seperti sistem kesukuan yang ada dalam pemimpin tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi birokrasi sehingga tidak professional partai politik turun mempunyai peran yang sangat besar dalam menetukan orang dalam pemrintahan dan politik. Kondisi ini di hadapi  dalam penyelengaraan pemrintahan yag ada di Indonesia dari era orde lama, era orde baru dan sekarang era reformasi ini. Ini artinya bahwa skil kualitas dari pada pelayanan birokrat di tentukan oleh keputus-keputusan politk dari pemimpin yang berkuasa.

Profesionalisme pelayanan kepada masyarakat hanyalah menjadi sebuah impian yang sampai hari ini terus di mimpikan, sementara perkembagan dunia semakin maju dan birokrasi indonesia masih tertidur lelap.Inilah kondisi riil dari birokrasi di indonesia yang hanya menjadi kekuatan politik untuk kepentingan elit politik dan kelompok atau golongan tertentu  bukan menjadi pengabdian masyarakat yang benar-benar sesuai dengan pangilan hidup sebagai pelayan masyarakat dan hal ini penting menjadi cermi dalam pembinaan mental dan karakter birokrat dan politisi serta elit pemerintah dalam pembangunan politik yang baik dan bermanfaat.

E. Pengaruh Kekuatan Politik di Segala Aspek Bidang

Dari berbagai sumber kekuatan politik, banyak kekuatan politik yang mempunyai pengaruh terhadap berbagai segala aspek elemen dibidang kehidupan masyarakat. Hal ini meliputi masalah pengaruh pembuatan kebijakan, pengaruh di bidang aspek ekonomi, sosial dan budaya dan juga hukum yang semuanya dipengarui oleh kekuatan partai politik, kekuatan politik mahasiswa dan kelompok muda, kekuatan politik golongan cendikiawan, kekuatan politik pengusaha, pers dan sebagainya.

BAB III
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Kekuatan Politik

Menganalisa kekuatan politik indonesia tidak terlepas dari budaya politik yang dimiliki oleh indonesia yang berupa, ketidak jelasan hierarki atau adanya sumber homogen, kecendrungan patronage/ clientilistic masa orba, Neo-patrimonialistik sehingga minimnya civil society. Kekuatan politik indonesia sedikit banyak telah menampakan diri melalui angkatan bersenjata, partai politik, golongan intelektual dan mahasiswa, kelompok pedagang, pengusaha dan profesional, serta kelompok penekan yang baru muncul semenjak dekade XX.
Konsep-konsep yang berkaitan dengan kekuatan yakni :
  1. Influence atau pengaruh, yaitu bagimana seseorang mampu mempengaruhi agar orang lain berubah secara sukarela.
  2. Persuasi yaitu cara meyakinkan orang dengan memberikan argumentasi.
  3. Manipulasi adalah kemampuan untuk mempengaruhi orang lain namun yang dipengaruhi tidak menyadari.
  4. Coersion adalah ancaman atau paksaan agar orang lain sesuai dengan kehendak yang punya kekuasaan.
  5. Force yaitu tekanan fisik, seperti membatasi kebebasan. Ini biasanya dilengkapi dengan sejata, sehingga orang lain mengalami ketakutan.

Kekuatan Politik adalah kemampuan menggunakan sumber pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan politik sehingga menguntungkan dirinya, kelompoknya atau masyarakat secara umum.

Unsur kekuatan politik terdiri dari :
  1. Tujuan
  2. Cara
  3. Hasil
Oleh karena agar kekuatan politik tidak disalah artikan maka perlu difahami makna kekuatan politik, yaitu :
  1. Kekuatan adalah hubungan antara manusia.
  2. Pemegang kekuatan punya kemampuan mempengaruhi orang lain.
  3. Pemegang kekuatan bisa individu, kelompok, organisasi atau pemerintah.
  4. Sasaran kekuatan dapat individu, kelompok, organisasi atau pemerintah.
  5. Pihak yang mempunyai sumber kekuatan belum tentu punya kekuasaan, bergantung pada kemampuannya untuk menggunakan sumber kekuatan itu.
  6. Penggunaan sumber kekuatan dapat dengan paksaan, konsensus atau kombinasi dari keduanaya.
  7. Kekuatan bisa memiliki tujuan yang baik atau juga buruk.
  8. Kekuatan digunakan untuk masyarakat umum dan sumber pengaruh digunakan mempengaruhi proses politik

Jadi kekuatan politik ataupun kekuasaan politik bukan hanya paksaan atau kekerasan atau manipulasi tetapi bisa juga konsensus dan kerelaan.

Sumber kekuatan politik  di era reformasi terdiri dari :
a.    Sarana paksaan fisik seperti senjata, teknologi dan lain-lain.
b.    Kekayaan seperti uang, tanah, bankir, pengusaha.
c.    Normatif seperti pemimpin agama, kepala suku atau pemerintah yang diakui.
d.    Popularitas pribadi, seperti bintang film, pemain sepakbola.
e.    Jabatan keahlian seperti pengetahuan, teknologi, keterampilan.
f.    Massa yang terorganisir seperti organisasi buruh, petani, guru.
g.    Informasi seperti pers yang punya kemampuan membentuk opini publik.

Empat hal ini menjadi penunjang seseorang yang punya sumber kekuatan politik menjadi penguasa. Karena kekuatan dan kekuasaan cenderung berkembang biak. Sumber kekuasaan dapat digunakan untuk dua hal :
  1. Non politik seperti untuk usaha, berbelanja, memberi bantuan.
  2. Mempengaruhi proses politik dengan syarat :
  3. Kuat motivasi untuk mencapai tujuan.
  4. Mempunyai harapan untuk berhasil.
Kekuatan Politik di era reformasi harus didistribusikan dengan cara :
a. Model elit memerintah.
b. Model pluralis
c. Model populis

Politik di Indonesia Dikendalikan Kekuatan Finansial

Politik indonesia juga arah politik yang sedang bergulir di Indonesia sampai saat ini masih cenderung dikendalikan oleh kekuatan finansial yang hanya dimiliki oleh segelintir orang saja. Banyak kasus yang telah menunjukkan bahwa kekuatan finansial masih sangat menentukan arah serta kebijakan politik, khususnya dalam partai politik. 
Pendapat tersebut disampaikan oleh pakar Ilmu Politik dari Northwestern University Amerika Serikat, Prof Jeffrey A Winters, saat memberikan kuliah umum di Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan.
Jeffrey menyebut ada empat hal yang sangat mempengaruhi kekuatan politik di Indonesia. “Di mana kekuatan finansial merupakan faktor yang paling dominan, selain jabatan, kekuatan mobilisasi, dan cara-cara kekerasan.”

Tanpa menyebut terang partai politik tertentu, Jeffrey  menyontohkan, pada kongres nasional salah satu parpol di Indonesia, proses pemilihan ketua nasional justru hanya mempertimbangkan kekuatan finansial para calon, tanpa melihat kapasitas serta kemampuannya.
Bahkan, sambung dia, kecenderungan kekuatan finansial dalam politik Indonesia justru semakin mendegradasi keberadaan ideologi yang dianut oleh masing-masing parpol. Fenomena ini menjadikan politik di Indonesia hanya merupakan pertarungan antara segelintir orang yang memiliki kekuatan finansial. Dan akhirnya, tujuannya jadi melenceng hanya untuk mempertahankan keberadaan aset ekonomi semata.

"Harus diakui bahwa saat ini sudah terjadi stratifikasi kekayaan, di mana konsentrasi uang pada kalangan tertentu, dan akhirnya menjadi faktor paling dominan yang menggerakkan politik Indonesia," tuturnya.
Bagi Jeffrey, model inilah yang mengakibatkan proses politik di Indonesia justru kurang memberi pendidikan politik bagi masyarakat.

B.  Penggolongan Kekuatan Politik di Indonesia

Beberapa golongan kekuatan politik yang ada di Indonesia, yakni, Partai Politik, Kaum Intlektual, Pengusahawan, dan kekuatan politik anomi seperti mahasiswa dan pemuda. Memang dalam realitasnya penggolongan itu tidak sesederhana seperti yang tersebut. Di antara golongan-golongan itu terdapat perbedaan, namun dalam menghadapi berbagai masalah ada jalur  penghubung di antara mereka. Secara keseluruhan kekuatan-kekuatan politik masa era reformasi dapat dikategorikan dalam golongan radikal, konservatif, dan moderat. Golongan radikal melarang kesempatan berkolaborasi dengan rezim pemikiran orde baru. Golongan ini menghendaki bersihnya kehidupan politik Orde reformasi dari pengaruh Orde baru dan mereka lebih condong ke Barat dalam mengatur kehidupan politik dan ekonomi. Golongan konservatif yang lebih cenderung pada politik sipil juga menghendaki pembersihan terhadap sisa-sisa pengaruh Orde Baru. Tidak seperti golongan radikal, golongan ini menghendaki pembangunan ekonomi yang benar-benar didasarkan pada modal dalam negeridan mereka juga menghendaki pengambilan keputusan dengan musyawarah dan mufakat. Golongan moderat mengambil jalan tengah dengan mempertimbangkan antara tuntutan kedua golongan tadi. Berikut adalah kekuatan Politik yang ada di Indonesia :
C. Fungsi Kekuatan Politik

Proses kekuatan politik dapat berlangsung dengan baik, dapat dipahami jika kita melihat dari persfektif teoritis system politik seuatu negar yakni dengan cara melakukan pendekatan yang disebut “teori structural fungsional”. Teori ini bertitik tolak dari  asumsi dasar, bahwa dalam system politik terdapat fungsi-fungsi yang haru ada demi kelangsungan kekuatan politik itu sendiri.
Fungi-fungsi yang dimaksudkan dalam system politik itu adalah fungsi input dan fungsi output.  Studi ini memusatkan perhatian pada fungsi input yang terdapat di dalam struktur politik (infrastrukur politik) seperti misalnya partai politik, kelompok-kelompok kepentingan dilihat sebagai kekuatan-kekuatan politik menjadi ukuran dalam system politik.

1. Memahami Fungsi dan Peranan Pers sebagai Civil Society di Dalam Peta Kekuatan Politik   Indonesia

Pers merupakan bagian dari civil society, yang artinya ia berdiri sebagai sebuah entitas yang berada di luar lingkup state. Hal yang menarik adalah wacana mengenai pers sebagai civil society yang menjalankan fungsi kekuasaan keempat (fourth estate) di dalam sebuah sistem negara Demokrasi, setelah eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Menurut Abdul Muis, agar dapat memeroleh kedudukan tersebut, pers haru memiliki hak atau privelese tertentu yaitu hak kritik, hak kontrol, dan hak koreksi. Juga hak khusus bersyarat (qualified privilege) yang memungkikan pers bersifat transparan dalam pemberitaannya. Misalnya, memberitakan secara detail perdebatan sengit dan kejadian lain dalam sidang pengadilan, sidang lembaga legislatif dan yudikatif.

Namun bukan berarti dengan posisi sebagai kontrol sosial tersebut, bahwa pers harus senantiasa berada di posisi sebagai oposisi pemerintah yang berjalan. Peranannya lebih diarahkan kepada sifat independensi di dalam menyebarkan transparansi tanpa rintangan dari pemerintah. Tanggung jawab yang utama dari pers bukan kepada pemerintah, melainkan lebih kepada kode etik yang berlaku di kalangan wartawan dan jurnalis.

Oleh karena itu, di dalam peran ini, pers diharapkan untuk menonjolkan dua fungsi utamanya, yaitu fungsi sebagai penyebar luas informasi dan fungsi untuk mendidik. Pers diharapkan dapat menjadi media yang transparan di dalam mengungkap kinerja pemerintah dan juga sekaligus memberikan pendidikan politik kepada khalayak luas. Apabila dihadapkan kepada relevansi dengan pernyataan bahwa pers adalah fourth estate di dalam sebuah sistem demokrasi, hal itu beralasan namun dengan berbagai pertimbangan yang sifatnya mengikat. Hal yang utama adalah perlunya pengawasan juga terhadap ‘lembaga pengawas’ ini.

Pengawasan dan kontrol terhadap pers dapat berasal dari masyarakat luas. Apabila berita dari pers menimbulkan keresahan dari masyarakat karena tidak relevan atau sudah menyinggung hal yang di luar sasaran, maka masyarakat dapat melakukan kontrol langsung terhadap mereka. Contohnya adalah pendudukan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) ke kantor Jawa Pos di Surabaya pada tanggal 6 Mei 2000, karena menyangkut teknis pemilihan kata dan tidak terpenuhinya prinsip jurnalistik dalam salah satu terbitan Jawa Pos.

Selain sebagai agen pengawas pemerintah, pers juga dapat berperan sebagai pembentuk opini publik, dengan menjalankan fungsi mereka sebagai pemengaruh. Hal ini yang kemudian menjadi krusial di tengah pergesaran peta politik, karena opini publik yang terbentuk tidak hanya berlaku kepada pemerintah yang sedang berjalan, melainkan juga untuk oposisi dana kelompok-kelompok kepentingan dan kelompok penekan lain yang berusah masuk ke dalam lingkungan pemerintah dan elit. Hal ini tidak termasuk dengan pemuatan iklan politik di media mereka. Untuk masalah ini, terdapat problema yang dilematis di tengah-tengah kalangan wartawan. Sempat ada hal yang ambigu di antara ‘iklan politik’ dengan ‘karya jurnalistik’. Contohnya adalah pemuatan artikel mengenai keberhasilan pemerintah berjalan di dalam pengadaan swasembada pangan dan alokasi APBN 20% untuk dana pendidikan. Apapun bentuknya itu (iklan atau karya jurnalistik), nyatanya hal itu menimbulkan keuntungan bagi pemerintah yang sedang berjalan tersebut.

Contoh yang termutakhir adalah kisruh kasus Bank Century yang sedang marak belakangan ini. Kegetolan pers dalam meliput berita tentang masalah ini, berujung kepada tumbuh kembangnya gerakan masyarakat di mana-mana terhadap isu yang bersangkutan. Memang pemerintah tidak sedang mengalami masa krisis akibat gerakan yang timbul dari isu tersebut, namun setidaknya berbagai pemberitaan tersebut sudah menurunkan kepercayaan rakyat terhadap pemerintah secara keseluruhan. Hal ini yang kemudian menimbulkan opini di beberapa kelangan seperti “rindu akan sosok JK yang cepat dan tegas dalam menindak masalah”. Artinya, JK seakan memeroleh promosi gratis di tengah kabar miring yang diterima pemerintah akibat pemberitaan-pemberitaan tersebut.

Selain pers sebagai media yang bisa membawa dampak tidak langsung di dalam pergeseran peta politik, mereka juga dapat membawa dampak dan pesan yang eksplisit terhadap pergeseran tersebut. Misalnya sistem pers yang berlaku pada zaman Demokrasi Terpimpin. Saat pers saat itu dijadikan media untuk melakukan propagnda dan doktrinasi dari berbagai pihak. Muncul banyak karikatur dari masing-masing media cetak yang menggambarkan ketidaksetujuan dan perlawanan yang diusung oleh partai atau kalangan oposisi. Pada akhirnya pula, perang media tersebut juga membentuk opini publik. Kalau di akhir cerita Demokrasi Parlementer, PKI berhasil memeroleh posisi yang signifikan, hal itu tidak terlepas dari peran pers di era tersebut. Dari kacamata sebaliknya, yaitu mengenai tidak adanya pergeseran kekuatan politik di Indonesia, hal itu terjadi di masa pers dibungkam oleh penguasa. Informasi yang mengalir ke bawah tentang pemerintah hanyalah info yang baik-baik. Dengan kondisi tersebut, oposisi tidak bisa berkutik menandingin hegemoni penguasa. Tidak ada alasan bagi rakyat untuk tidak memilih pemerintah yang sudah ‘sukses’. Pers digunakan sebagai salah satu mesin utama doktrinasi orde baru. Bagi pers yang menentang, akan dibredel dan dicabut izin terbitnya. Itulah salah satu faktor utama penunjang langgengnya era Orde Baru di bawah Presiden Soeharto.

Setidaknya, hal-hal tersebut yang menandai betapa besar peran pers di dalam pergeseran kekuatan politik di Indonesia. Kinerja pers bergantung pada rezim dan aturan yang dikeluarakan disaat rezim itu berdiri. Itulah ciri yang menggolangkan pers sebagai sebuah civil society di dalam sebuah negara. Pers tidak harus kontra pemerintah, namun tidak berarti harus kontra oposisi pula. Perannya yang utama adalah fungsi pers pertama, yaitu pembawa informasi, kendati hal yang berikutnya seringkali terjadi, yaitu terbentuknya opini publik dan kemudian memengaruhi alur roda pemerintahan.

2. Peran dan Fungsi DPR dalam Kekuatan Politik

DPR sebagai yang mewakili rakyat berkompeten dalam mengungkapkan kehendak rakyat pada UU. Dengan demikian,walaupun berperan dalam menetapkan dan melegitimasi suatu rancangan menjadi UU, DPR pada umumnya tidak hanya merumuskan rancangan tersebut melainkan juga, bekewenangan dalam menetapkan kebijakan-kebijakan mendasar, mengontrol anggaran belanja pemerintah, bertanggung jawab dalam memilih pemerintahan dengan adanya peran dominan partai khususnya partai yang memerintah dibidang-bidang tersebut.

Diluar itu lembaga perwakilan rakyat menjadi fungsi legislasi, komunikasi, dan refresentasi bahwa fungsi-fungsi tersebut tidak secara eksklusif dijalankan oleh DPR. Transformasi DPR yang pertama melihat fenomena di atas sebagai dampak penurunan peran lembaga legislatif dalam negara modern, terkait dengan dua alasan yaitu secara teknis dan politis. Alasan secara teknis : lembaga perwakilan dapat beroperasi dengan baik jika tekanan terhadapnya dalam mengambil keputusan tidak ada atau ringan. Alasan secara politis : merupakn perluasan hak pilih dan tumbuhnya partai-partai nasional besar.

Perluasan hak pilih ini mengakibatkan tema-tema pemilu dan proses legislatif sangat banyak ditentukan oleh perbedaan-perbedaan kepentingan yang tak bisa diseimbangkan,yang bersumber dari masyarakat pemilih yang majemuk. Wacana tentang kekuatan kekuasaan politik ialah system politik, struktur politik, lembaga-lembaga politik yang memiliki fungsi tertentu dalam proses politik. Berjalannya proses politik melihat dari perspektif teoritis system politik suatu Negara yakni dengan cara melakukan pendekatan yang disebut sebagai “teori struktur-fungsional”.

Pendekatan teoritis ini memusatkan perhatiannya pada usaha-usaha untuk menemukan beberapa fungsi politik yang ada dalam system politik,selanjutnya telaah struktur politik apa yang menjalankan fungsi-fungsi politik tersebut. Fungsi-fungsi yang dimaksud dengan system politik itu adalah fungsi input dan output. Studi ini memusatkan perhatiannya pada fungsi input yang terdapat didalam struktur politik. Struktur politik pada umumnya terkait erat dengan system politik. Dalam konteks ini, system politik dalam artian yang luas diibaratkan sebagai rumah yang menaungi berbagai lembaga dan menjalankan fungsi-fungsi politik dalam suatu negara. Kekuatan-kekuatan politik ada yang bersifat formal dan non-formal. Kekuatan politik yang berifat formal mengambil bentuk kedalam partai-partai politik. Sementara kekuatan politik non-formal adalah bagian dari bangunan “civil society”.

2. Dimensi Kekuatan Politik Di Indonesia di Era Reformasi

Pada dasarnya, banyak aspek potensial tertranformasikannya menjadi kekuatan poltik sebagaimana yang dikatakan oleh Bachiat Effendy (2000:197) yakni:
  1. Kekuatan-kekuatan politik yang formal mengambil bentuk kedalam partai-partai politik dan militer.
  2. Sementara yang diartikan dengan kekuatan politik yang non-formal adalah merupakan bagian dari bangunan civil society, dalam hal ini dapat dimasukkan : dunia usaha, kelompok professional dan kelas menengah, pemimpin agama, kalangan cerdik (intelektual, lembaga-lembaga (pranata-pranata masyarakat),  & media massa.
Kekuatan Politik.
       Dimensi pokok permunculan dan perkembangan kekuatan politik di Indonesia yaitu sebagai berikut :
  1. Politik, ekonomi dan masalah sosial yang tidak lagi menjadi masalah kaum bangsawan tetapi menjadi masalah masyarakat umum.
  2. Kuatnya peranan kelas menengah diseluruh bidang kehidupan.
  3. Pemunculan, pertumbuhan dan perkembangan negara modern.
  4. Muncul dan berkembangnya nilai”, filsafat dan ideologi yang memberikan dasar” pengukuhan, pengesahan, dan rasionalisasi untuk menjalankan tatasusunan politik dan konfigurasi kekuatan” politik baru.

C.    Birokrasi Menjadi Kekuatan Politik di Era Reformasi

Pada era reformasi  usaha untuk melepaskan birokrasi dari kekuatan dan pengaruh politik gencar dilakukan. BJ Habibie, Presiden saat itu, mengeluarkan PP Nomor 5 Tahun 1999 (PP No.5 Tahun 1999), yang menekankan kenetralan pegawai negeri sipil (PNS) dari partai politik. Aturan ini diperkuat dengan pengesahan UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian untuk menggantikan UU Nomor 8 Tahun 1974.Perubahan struktur, kultur dan paradigma birokrasi dalam berhadapan dengan masyarakat menjadi begitu mendesak untuk segera dilakukan mengingat birokrasi mempunyai kontribusi yang besar terhadap terjadinya krisis multidimensional yang tengah terjadi sampai saat ini. Aturan lainpun di terbitkan seperti;Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN; Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN; dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun, harapan terbentuknya kinerja birokrasi yang berorientasi pada pelanggan sebagaimana birokrasi di negara-negara maju tampaknya masih sulit untuk diwujudkan.Kecenderungan birokrasi untuk bermain politik pada masa reformasi, tampaknya belum sepenuhnya dapat dihilangkan dari kultur birokrasi di Indonesia. Inefisiensi kinerja birokrasi dalam penyelengaraan kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik masih tetap terjadi pada masa reformasi.

Birokrasi sipil termasuk salah satu sumber terjadinya inefisiensi pemerintahan. Inefisiensi kegiatan pemerintahan dan pelayanan publik terlihat dari masih sering terjadinya kelambanan dan kebocoran anggaran pemerintah. Jumlah aparat birokrasi sipil yang terlampau besar merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi terhadap inefisiensi pelayanan birokrasi. Dalam praktiknya, struktur dan proses yang dibangun merupakan instrumen untuk mengatur dan mengawasi perilaku masyarakat, bukan sebaliknya untuk mengatur pemerintah dalam tugasnya memberikan pelayanan kepada masyarakat.

D. Pengaruh Kekuatan Politik
  1. Pengaruh Kekuatan Politik di Bidang Hukum
  2. Pengaruh Kekuatan Politik Mahasiswa di Indonesia
  3. Pengaruh Kekuatan Politik Pers dan Pengusaha
  4. Pengaruh Kekuatan Partai Politik dalam Proses Pembuatan dan Penerapan Kebijakan di Indonesia yang meliputi : Proses pembuatan kebijakan dan  Proses penerapan kebijakan
  5. Pengaruh Kekuatan Politik Golongan Cendikiawan

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Seiring berjalannya waktu sejak pasca proklamasi kemerdekaan hingga era reformasi, Indonesia lahir dan berkembang sebagai negara dan bangsa dengan berbagai kekuatan politik didalamnya. Ada yang eksistensinya hanya bertahan seumur jagung dan hilang seiring zaman yang bergulir, ada pula yang bertahan dari dulu hingga sekarang. Kekuatan politik pada dasarnya adalah simbol dari suatu rezim yang tengah berlangsung, namun tentu saja setiap rezim mengikuti peribahasa patah tumbuh hilang berganti ketika suatu rezim berakhir, ada rezim baru yang akan menggantikannya, sehingga secara tidak langsung diperlukan adaptasi terhadap perubahan sosial secara terus menerus.

Golongan yang bermain di dalam mencari penyelesaian persoalan-persoalan yang dihadapi oleh sistem politik tidak lagi didasarkan pada golongan Infrastruktur politik dan sufrastruktur politik, partai dan bukan partai. Akan tetapi, kekuatan politik dikategorikan ke dalam golongan ‘radikal’, ‘konservatif’, dan ‘moderat’. Fungsi Kekuatan Politik yaitu, Mempengaruhi kebijakan mulai dari proses pembuatan sampai jalannya kebijakan tersebut, Keseimbangan kekuatan , Agregator dan artikulator kepentingan.

Birokrasi sebagai kekuatan politik di indonesia adalah merupakan bagian dari upaya untuk melangengkan hubungan antara pimpinan dengan birokrat itu sendiri. Paradigma ini yang sering di temukan dalam pemerintahan dalam negara. Kemudian budaya politik yang ada di indonesia adalah budaya paternalistik sehingga ketika pemimpin dari salah satu kelompok atau golongan maka sudah otomatis secara struktural dan secara kultural penempatan orang  dalam birokrasi akan terlaksana seperti sistem kesukuan yang ada dalam pemimpin tersebut. Faktor lain yang mempengaruhi birokrasi sehingga tidak professional partai politik turun mempunyai peran yang sangat besar dalam menetukan orang dalam pemrintahan dan politik. Kondisi ini di hadapi  dalam penyelengaraan pemrintahan yag ada di Indonesia dari era orde lama, era orde baru dan sekarang era reformasi ini. Ini artinya bahwa skil kualitas dari pada pelayanan birokrat di tentukan oleh keputus-keputusan politk dari pemimpin yang berkuasa.

Dari berbagai sumber kekuatan politik, banyak kekuatan politik yang mempunyai pengaruh terhadap berbagai segala aspek bidang kehidupan masyarakat. Hal ini meliputi masalah pengaruh pembuatan kebijakan, pengaruh di bidang aspek ekonomi, sosial dan budaya dan juga hukum yang didasari oleh Partai politik, Mahasiwa, Pengusaha, Golongan Cendikiawan, Pers dan sebagainya.

B. Saran

Kadangkala dalam perumusan kebijakan menyangkut berbagai  masalah elemen warga Negara, beberapa kekuatan politik atau golongan sering tidak memperhatikan secara detail pemenuhunan kebutuhan aspek warga Negara dimana beberapa golongan lebih cenderung mementingkan kepentingan kelompok. Terlebih pada proses pembuatan dan penerapan kebijakan. Dalam proses pembuatan kebijakan, beberapa kekuatan politik di Indonesia berperan sangat besar, mengingat adanya keterlibatan partai politik di dalam eksekutif, legislative, dan dalam mekanismenya sendiri, yaitu melalui lobby-lobby politik.

Dalam proses penerapan kebijakan, kekuatan politik juga mempunyai andil berupa control atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Tapi kekuatan politik  di Indonesia pada saat ini telah bergeser menjadi kendaraan politik yang dikemudikan oknum-oknum tertentu yang hanya mementingkan kepentingan pribadi atau golonganya semata, bukan kepentingan rakyat, sehingga tak pelak, sistem politik di dalam Negara tersebut juga mengalami suatu pergeseran sehingga sistem tersebut tidak berjalan secara optimal.

DAFTAR PUSTAKA, LAMPIRAN ARTIKEL DAN JURNAL

Buku
Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Sanit, Arbi. 1981. Sistem Politik Indonesia. Jakarta : Rajawali Pers.
Sumarsono. 1982. Pendapat Umum Dalam Sistem Politik. Jakarta : Bumi Aksara.
Sitepu, Anthonius. 2005. Politea Demokrasi dan Politik. Medan : Usu Press.
Bulkin, Farchan. 1989. Analisa Kekuatan Politik di Indonesia. Jakarta : Seri Prisma.
Hartas, Harsudiono.1989. Fungsi Legislatif Dalam Sistem Politik. Jakarta : AIPI.
Halking dan Mukmin, Budi Ali. 2014. Kapita Selekta Politik. Medan : FIS UNIMED.
Jurnal Online
http://www.politia.com
Artikel
http://mrawaelamady.blogspot.com/2013/02/kekuatan-politik baru-di-indonesi.html
http://gemabeta.blogspot.com/2009/02/kekuatan-politik.html
http://e-dokumen.kemenag.go.id/files/w57dpmRt1337139804.pdf
http://mrawaelamady.blogspot.com/2013/02/kekuatan-politik baru-di-indonesi.html
http://ahmadhariantosilaban.blogspot.com/2011/06/mahasiswa-sebagai-kekuatan-politik.html
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/07/25/0015.html
http://www.library.ohiou.edu/indopubs/2001/07/25/0015.html

Popular posts from this blog

Beberapa Teknik yang digunakan dalam Konseling Kelompok (Bimbingan Konseling)

TEKNIK – TEKNIK KONSELING KELOMPOK Berikut ini adalah beberapa Teknik atau cara yang sering dan dapat digunakan (situasional) untuk kegiatan konseling kelompok dalam bimbingan dan konseling 1. Teknik Re-inforcement (penguatan) Salah satu metode dalam menstimulasi spontanitas dan interaksi antara anggota kelompok adalah dengan membuat pernyataan verbal ataupun non verbal yang bersifat menyenangkan. Cara ini sangat membantu ketika memulai konseling pada kelompok baru. Contoh : Verbal :“super sekali” Non verbal : acungan jempol 2. Teknik Summary ( Meringkas) Summary adalah kumpulan dari dua tema masalah atau lebih dan refleksi yang merupakan ringkasan dari pembicaraan konseli .Teknik ini digunakan selama proses konseling terjadi. Setelah anggota kelompok mendiskusikan topic yang dibahas, konselor kemudian meringkas apa yang telah dibicarakan. Contoh : Konselor menginginkan kelompok nya untuk membuat ringkasan yang telah dibahas. 3. Teknik Pick-Up Konselor me

Memahami Makna Filsafat Pancasila Di abad 21

Memahami makna dan Arti Pancasila Pancasila merupakan dasar falsafah dari Negara Indonesia. Pancasila telah diterapkan dalam kehidupan masyarakat Indonesia sehari-hari. Pancasila lahir 1 Juni 1945 dan ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 bersama-sama dengan UUD 1945. Sejarah Indonesia telah mencatat bahwa tokoh yang merumuskan pancasila ialah Mr Mohammad Yamin, Prof. Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno. Jika pancasila dilihat dari aspek historis maka disini bisa dilihat bagaimana sejarah pancasila yang menjiwai kehidupan dan perjuangan bangsa Indonesia dan bagaimana pancasila tersebut dirumuskan menjadi dasar Negara.  Hal ini dilihat dari pada saat zaman penjajahan dan kolonialisme yang mengakibatkan penderitaan bagi seluruh bangsa Indonesia, yang kemudian diperjuangkan oleh bangsa Indonesia akhirnya merdeka sampai sekarang ini, nilai-nilai pancasila tumbuh dan berkembang dalam setiap kehidupan masyarakat Indonesia. Tentunya pengamalan sila-sila pancasila juga perlu diterapkan d

Perilaku Memilih masyarakat "Golput" pada Pemilu Eksekutif dan legislatif di Indonesia

 KAJIAN ILMU   POLITIK TENTANG PERILAKU MEMILIH DALAM PEMILU EKSEKUTIF  “Analisis Penyebab Masyarakat Tidak Memilih Dalam Pemilu” (Golput) 1.  Pendahuluan /latar belakang masalah Bangsa Indonesia sejak tahun 1955 hingga 2009 saja Indonesia sudah melaksanakan 10 kali pemilihan umum eksekutif. Fakta dalam setiap pelaksanaan eksekutif masyarakat yang tidak menggunakan hak pilihnya selalu ada dan cendrung meningkat dari setiap pelaksanaan eksekutif. Perilaku tidak memilih pemilih di Indonesia dikenal dengan sebutan golput. Kata golput adalah singkatan dari golongan putih. Makna inti dari kata golput adalah tidak menggunakan hak pilih dalam pemilu dengan berbagai faktor dan alasan. Fenomena golput sudah terjadi sejak diselenggarakan pemilu pertama tahun 1955, akibat ketidaktahuan atau kurangnya informasi tentang penyelenggaraan pemilu. Biasanya mereka tidak datang ke tempat pemungutan suara. Sedangkan di era Orde Baru, golput lebih diartikan sebagai gerakan moral untuk mempro